Tampilkan postingan dengan label PUISI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PUISI. Tampilkan semua postingan
Rabu, 09 Agustus 2017
Aku meniti dermaga tua. Merentang rindu yang diciptakan jarak. Menyesap pilu yang diciptakan kehilangan.
Sepi sunyi merayap. Luka duka nestapa merangkak. Pada tapal batas kugumamkan mantra kepedihan. Akankah kulawan takdir untuk bisa tetap bersamamu. Menciptakan jejak cinta yang selamanya menjadi purba.
Pada dermaga tua yang dirayapi sepi. Masih kurawat namamu, di tiap hembusan nafas. Meski kutahu, takdir mengguratkan kepergianmu yang tidak akan pernah kembali.
Dan dermaga ini, akan selamanya menjadi sunyi, tempat duka menyemayamkan kehilangan.
fetihabsari
Jumat, 23 Januari 2015
Menuju Senja
Puncak Paris, Parangtritis |
Aku mencintaimu.
Dengan atau tanpa kata yang terucap.
Dengan atau tanpa rasa yang terungkap.
Aku mencintaimu.
Pada langit kutitipkan asa.
Debur ombak mengunci segala degup.
Sinar yang menuju senja menuntun perlahan padamu.
Angan dan harap telah terbentuk.
Gesekan angin membelai lembut rindu.
Rindu.
Yang tak pernah selesai.
Yang terucap atau pun tidak.
Yang terungkap atau terpendam.
Ia tetap sama.
Bernama rindu.
Dengan atau tanpa kau tahu, tak pernah ada rindu yang selesai beranak pinak.
Selalu ada rindu yang berbunga, tumbuh dan berkembang tanpa batas.
Jangan salahkan apa dan siapa jika rindu ini berlaku kurang ajar.
Tak mengenal waktu dan tempat, tak mengenal hujan atau panas.
Tak mengenal sibuk pun santai.
Rindu-rindu ini selalu berlaku seenaknya.
Ia terus tumbuh dan berkembang tanpa batas.
Semakin rimbun dan lebat.
Semakin membenamkan dalam rasa yang tak pernah pasti.
Tawa dan tangis.
Rindu ini adalah rindu yang tak pernah selesai.
Rindu ini...hanya untukmu...
@fetihabsari
Sabtu, 20 Desember 2014
Aksara Abadi
Pulau Cipir, Kepulauan Seribu |
Bukan lagi sepasang kaki yang merentang pasir putih kering tak bernyawa. Dua pasang kaki telah berpijak di titik yang tepat sama. Memberi nyawa pada tiap jejak yang menjadi purba. Kenangan akan selalu hidup di sana. Di tiap jengkal jarak yang kita lalui bersama. Ada angan dan rindu yang selalu terbawa.
Kita adalah aksara paling indah. Menenun doa, memintal harap. Menyusun huruf demi huruf, menyusun kata demi kata, membentuk alinea. Kita selesai. Berakhir. Kemudian rasa kembali mempertemukan pada persimpangan koma. Nyatanya kita tidak bertemu titik pada kata selesai kemarin. Semoga tak akan pernah. Selamanya. Kita adalah aksara abadi tanpa titik. ♡♥♡
@fetihabsari
Sajak Senja
Senja telah tiba di pelataran. Mengantar kabar perihal sajak-sajak tua yang tak pernah padam. Melantunkan syair-syair cinta yang tak pernah pudar. Aku memikul angan dan harap pada sayap-sayapku yang rapuh. Mencium aroma rindu yang kurasa semakin mendekat. Tunggulah. Jangan menjauh. Aku telah menembus tiga musim untuk menemuimu. Bersabarlah. Aku sedang menanggalkan lelah yang entah pada ilalang keberapa telah kusinggahi. Tak peduli senja mulai memekat. Tak peduli jingga perlahan kelam. Tak peduli malam merekah. Mungkin malam terlalu tipis batasnya dengan rasa yang diam-diam menaruh harap. Dan, mungkin malam hanyalah ilusi penyamar rindu.
@fetihabsari
Jalan Setapak
Papandayan |
Sudah terbiasa kaki ini menapaki jalan setapak, menjejak tanah merah sehabis hujan, wangi kerinduan. Terlampau biasa langkah ini melewati ranting rapuh yang tanpa sengaja menggores luka yang lagi-lagi hanya bisa kurawat sendiri.
Jalan setapak ini mungkin tercipta untuk dilewati seorang diri. Ya, ia terlampau mengerti, bahwa aku akan melewatinya sendiri. Mencetak jejak kaki sendiri. Menembus hujan dalam sepi. Sambil sesekali menengok rindu pada pundi-pundi celengan, berharap ia tak tercecer.
Jalan setapak ini mungkin tercipta untuk dilewati seorang diri. Ya, ia terlampau mengerti, bahwa aku akan melewatinya sendiri. Mencetak jejak kaki sendiri. Menembus hujan dalam sepi. Sambil sesekali menengok rindu pada pundi-pundi celengan, berharap ia tak tercecer.
@fetihabsari
Selasa, 18 November 2014
Aurora
Aku masih menanti aurora,
mengharap sinarnya kini menyinari,
untuk sejenak melukis senyum.
Haruskah aku ke kutub sana,
untuk sekedar menikmatimu?
Lapisan sinar yang berpendar,
menghangatkan dari kebekuan.
Aku memang tak secantik Aurora,
yang menghias langit Alaska.
Aku pun tak seindah Aurora,
yang memendarkan sinar di
ufuk utara.
Aku pun tak tahu cara
menghangatkan suasana dari kebekuan,
tidak seperti aurora yang mampu
menghangatkan Kutub Utara.
Mungkin aku bisa menjadi aurora untukmu,
melukis warna dalam hidupmu,
memendarkan cahaya untuk
menghangatkanmu.
Mau kah kau menantiku?
Untuk menjadi auroramu….
Pertemuan
Dalam
derap lokomotif beruap,
ada
deru besi yang saling berucap,
lebih
dulu mengawali pertemuan,
sebelum
aku tiba di kotamu, Tuan.
Ada
wajah yang muncul dibalik terpaan angin,
senja
mengantarkanku ke dalam pelukmu,
jingga
menyiramku dengan percikan rasa dalam lumatan bibirmu.
Kita
bertemu, aku merengkuhmu erat.
Salahkah
jika aku meminta waktu berhenti,
menghapus
waktu agar tak terjadi perpisahan.
Bukankah
perpisahan setelah pertemuan itu,
akan
menambah kadar rindu berkali-kali lipat?
@fetihabsari
Jakarta,
2014
Minggu, 28 September 2014
Sayang
Sayang,
lekaslah pulang
sebentar
lagi senja memekat,
rindu
yang beranak pinak menagih lekat.
Sayang,
aku
sabar kamu gusar,
aku
menyulam kamu diam,
semoga
bahagia masih mau mempertemukan
Sayang,
rindu
tak pernah berakhir,
seperti
cemburu yang selalu memburu,
seperti
rasa takut akan kehilangan yang selalu menjadi hantu.
Sayang,
meski
hati ini telah sukses kau buat remuk redam,
aku
tidak pernah tidak mencintaimu,
@fetihabsari
Jakarta, 2014
Senin, 18 Agustus 2014
SEMESTA HATI
Semesta riuh mengalunkan nada cinta
Euforianya seolah tak lekang oleh waktu
Menelusuk masuk menembus ke dalam kalbu
Enggan terpisah dari jiwa fana
Sepi tak lagi hanya sekedar sepi
Takdir telah terlukis jelas kini
Ada aku yang sedang merangkai dongeng kehidupan
Harapan adalah tumpuan bagi hati yang sedang menanti
Ada kamu yang siap merengkuh
Turut andil sebagai tokoh dalam kisah
Ingin terus terajut dalam untaian kehidupan bersama
29 April 2013
[Puisi Akrostik]
@fetihabsari
Selasa, 22 April 2014
Kamis, 27 Maret 2014
Sendiri
Sebelum melangkah dengan pasti. pada langit yang menjadi saksi. ada yang terduduk di sini. dengan mendekap kedua kaki. ia masih menanti. hingga akhirnya telah kau putuskan bahwa semua telah usai. dan ia mulai melangkah lagi. sendiri.
Jumat, 14 Maret 2014
Dermaga Hati
Dermaga Hati |
Serupa senja yang menguning tua,
dalam jarak yang mulai sekarat,
rindu tengah meleleh di pelupuk
mata.
Serupa malam dengan mimpi-mimpi
buram,
gigil yang diam-diam melumpuhkan.
Serupa langit di batas musim,
ada hangat dan gigil saling berpeluk,
menyesap rindu yang inginkan temu.
Pada lembayung langit, tergores
jarak yang kian memudar,
meninggalkan jejak-jejak angan pada
dinding kenangan.
Di pelataran hati, ada gema nadi
yang selalu menanti,
di relung pekat, ada tangan yang
selalu mendekap,
menampung lelehan pengharapan.
Aku menanti pada dermaga hati yang
sepi,
Lalu bertanya pada angin yang
menepi,
Akankah kamu kembali?
@fetihabsari
Jakarta, 2014
Selasa, 25 Februari 2014
Rindu (part 2)
Ketika rindu tak lagi saling
bertegur sapa,
maka hilang segenap rasa,
runtuh segala pertahanan,
tenggelam dalam kabut tak kasat
mata.
Manik mata terpaku pada kalender,
menyelami tiap almanak yang
berjalan maju,
selalu ada binar pengharapan,
pada almanak keberapa kita akan
bertemu kembali?
memecah rindu dalam peluk,
membungkam sesak dalam kecup,
menyelamimu hingga dunia berhenti
berputar,
dan tak ada kata pulang,
sebab aku telah pulang, pulang ke
dalam sukmamu
merengkuh erat jiwa yang tak ingin
lagi kulepas,
apakah kau berharap yang sama
sepertiku?
@fetihabsari
Jakarta, 2014
Minggu, 22 Desember 2013
Dear You...
#RUMAH
I
Aku suka rumah yang terbuka,
tanpa kaca atau daun pintunya,
tempatku pulang sesuka.
Aku rindu perempuanku yang berkacamata,
yang memandang dunia tidak hanya dari dirinya.
II
Tak perlu mengetuk pintu,
sebab hati senantiasa terbuka.
Tak ingin berkata rindu,
sebab tak ada jarak kau aku.
Tak usah atap rumah,
sebab senyum meneduhkan musim.
Aku di sini untuk memelukmu selalu
Oktober 2013
S Arimba
penantian tentang pertemuan.
Pada suatu hari nanti,
akan ada aku dan kamu,
kita yang saling mengisi celah jemari,
mencumbu rindu,
mencecap pertemuan,
dalam ruang tak berjarak.
Feti Habsari
Malamku kian pekat,
meracau nada-nada penantian.
Di ujung sana kau tengah berlari ke mari.
Mungkinkan tiap langkahmu,
membawa jawaban tantang pengharapanku?
Feti Habsari
Jumat, 13 Desember 2013
Aku Benci Khawatir
Aku
mencinta tanpa sebab
Aku
merindu tanpa batas
Dalam
sekat jarak, waktu selalu menjadi sahabat
Melantunkan
nada teratur,
Tik
tok… tik tok…
Aku
menunggumu tanpa lelah
Meski
akhirnya hanya mendekap kekosongan
Hanya
ada bayang indah dalam kabut malam
Ada
riuh yang terasa sepi, pun sebaliknya
Dibatas
musim, ada panas dan hujan yang saling bertemu
Kemudian,
dibatas mana kita akan bertemu?
Merangkum
jarak dan waktu,
Menyusun
detik jam menjadi irama kompak,
Dan
melebur rindu dalam peluk
Kau
tak pernah tahu,
Bahwa
selalu ada hati yang gelisah
Merapalkan
nama ditiap sepertiga malam
Menenangkan
hati yang tengah khawatir
Tahukah
kamu?
Aku
benci khawatir, Sayang…
Desember 2013
@fetihabsari
Rabu, 06 November 2013
Sajak Kangen
Mentawai yang jauh memanggilmu.
Angin Bekasi semakin riuh.
Sekujur waktu aku menunggumu di ujung bandara,
biar semilir angin yang berhembus sejak perpisahan membawa langkahmu pergi tak semakin dingin.
Pelupuk petang mulai meregang.
Tak ada hiasan dalam hati, detik demi detik.
Hatipun mengelegar
Tidakkah kau tahu?
Aku di sini meringkuk, menanti angin bersiul,
pertanda ia membawa pesan rindu darimu
Namun, apa yang kini kudapat?
Hanya tiupan angin hambar yang melayang-layang tak tentu arah.
Aku kehilangan pesan angin, aku kehilangan pertanda yang dibawa olehnya.
Dan ketika ku sadar, aku telah kehilangan rindu darimu...
Kini hanya tersisa rindu yang pincang,
ialah rinduku...
Setiap hari sebelum perpisahan itu kau hadiahi,
aku duduk memeluk lututku sendiri,
memandang ke depan dengan nanar.
Melingkari angka-angka pada almanak dengan tanda silang bertinta merah yang mengikuti langkah kakimu.
Aku tahu, seharusnya aku bahagia,
sebab ini adalah perpisahan yang terencana.
sebab ini adalah perpisahan yang terencana.
Tanpa perlu menakar mengapa kau pergi,
tangisku tak perlu runtuh berkali-kali.
Namun, tahukah kau bahwa ia menghasilkan sesak yang sama?
Bagaimana Mentawai-mu, sayangku?
Apakah ia lebih panas dari Bekasi yang begitu jauh dari matamu, pun ingatanmu?
Entahlah aku enggan menjawabnya.
Kini biarkan aku menelusuri relung-relung hatiku yg sedang sendu.
Sendu merindu wajahmu yang syahdu.
Aku merindumu,
ketika kau menyobek sachet kopi, menuangkannya dalam cangkir.
Serta menambahkan setengah sendok teh gula pasir.
Sederhana memang, tapi tak sesederhana yang kurasa.
Mataku tebing tinggi, kau sungai di bawahnya.
Terasakah air terjun mataku menimpa wajahmu?
Rindu membelenggu dalam pusara waktu.
Inginku mendekap erat jiwamu.
Namun, kau lenyap bagai bayang ilusi.
Dirundung pilu yang terlalu menyayat.
Untuk cinta yang ditinggalkan rindu.
Sepatah? dua patah? tiga patah katapun,
tak bisa menebus kata rinduku.
by kawan-kawan @malampuisi_bks
Selasa, 05 November 2013
Pertemuan Pertama
Rasa coklat.
Sebab, aroma coklat mengingatkanku pada sebuah kisah yang manis.
Ingatkah kau, ketika aroma coklat membaur kemudian membungkus kenangan tentang pertemuan pertama?
Coklat?
Aku tak ingat.
Asap-asap pabrik dan kemacetan jalan raya.
Pecah perabotan dapur telah mengaburkannya.
Pertemuan pertama kau bilang,
pertemuan pertamaku denganmu terjadi setelah hujan yang membasahi kita lusa lalu.
Coklat tidak selalu manis,
tapi ada setiap kisah yang bisa kita bubuhkan manisnya dengan sebuah cinta
Mungkin kita pelupa, tanpa ada pabrik coklat,
coklat tak pernah ada.,
pertemuan tak pernah nyata.
Mungkin kamu lupa,
cokelat itu tanah basah yang menempel pada tapak sepatu kita.
Pertemuan itu hanyalah bulir-bulir yang Tuhan turunkan untuk para hambanya terkasih
Aku dan pertemuan pertama.
Selalu ada, untuk sebuah kata kita.
Aku dan pertemuan pertama.
Bukan untuk dijadikan awal cerita.
Aku dan pertemuan pertama.
Akulah yang menjadi pelaku utama,
dan dia orang ketiga yang selalu membenci kita.
Aku kadang benci dengan kosa kata pertemuan,
banyak yg menginginkannya, kemudian akan terlupakan ketika bejana waktu bilang,
sudah saatnya kau kembali
Aku masih ingat saat kau tarik lembut tangan kananku dan mengarahkan ke saku jaketmu,
di sana kutemukan sebongkah coklat
Aku membisu
Aku tersipu malu
Tapi itu dulu sekali.
Pada pertemuan pertama,
ketika kau bicara tentang rasa,
ada rasa yang masih betah bertahan di sana.
Pada pertemuan pertama,
ketika kau utarakan yang sesungguhnya kau rasa,
hatiku berteriak "aku jauh lebih dulu merasakannya".
Setelah pertemuan pertama,
ternyata ada hati yang tengah meragu.
Mungkinkah ia jodoh yang telah kulewatkan?
Kemudian, ada bulir bening yang mulai menetes perlahan.
Aku duduk dan terdiam,
seketika rindu mengingatkanku pada sesuatu.
"Pertemuan pertamaku denganmu menjadi sebuah kata kita yang akan terus kita rangkai hingga tak bisa dibilang kata"
Bulir bening yang penuh arti ketidakrelaan akan perpisahan,
perpisahan pada pertemuan yang menghasilkan keraguan
Haruskah selalu ada perpisahan disetiap pertemuannya?
Kamu bilang, kita harus belajar menabung rindu, agar pada pertemuan selanjutnya kita dapat menarik saldonya...
Pertemuan pertamaku denganmu...
Ah, kau tahu.
Sebagai lelaki ingin saja kuletakkan bibirku di atas bibirmu yang tipis kemerah-merahan.
Apa ada tahap lanjutan dari pertemuan tanpa arti yang hanya menghasilkan keraguan selain perpisahan?
Bila diberi kesempatan bertemu lagi, berarti ragumu tak lagi menghalangi.
Mengapa hal itu yang ingin kau lakukan?
Tidakkah ada hal yang lebih berarti dari sekedar pertemuan bibirku dan bibirmu?
Kau yakin?
Setelah bibirmu menyentuh bibir tipisku, jangan harap kau bisa lari dari genggemanku.
Sudah siap menghabiskan sisa waktu hidupmu denganku?
Pada pertemuan pertama,
kita hanya saling reka; bagaimana jika nanti kita bersama?
Selanjutnya aku bertanya-tanya,
mengapa semenjak berjumpa saat itu, wajahmu selalu berputar di kepala.
Kali ketiga kita menandai almanak untuk kembali bersua,
kau membawakan setangkai lili putih susu.
Hari berikutnya, semesta mendukung kita untuk saling menjatuhi cinta.
Lalu, setelah ku jatuhi cinta tepat di hatimu, kamu bisa apa?
Menjatuhkan air mata karna pergi begitu saja?
Benarkah?
Mungkin, aku akan mati, dikubur, mengabadi di liang hatimu yang paling dalam, selamanya.
Yang terkubur tak pernah abadi, Tuan.
Yang telah mati perlahan akan lenyap disantap cacing-cacing liang lahat.
Saya mengabadi di hatimu,
dan cacing-cacing yang melahapku itu hanya rindu-rindu kita yang tak bertemu, Puan.
Tak apa.
Aku enggan mengakuinya,
tapi jika pengabdian di hatimu itu terasa belum cukup,
yakinlah aku selalu berdoa padaNYA agar kelak kita dipertemukan lagi di Tempat Terakhir.
Tempat dimana seluruh manusia dikumpulkan.
Dan cacing-cacing rindu itu menjelma menjadi benih bunga,
mereka bermetaformosa dalam keajaiban, Tuhan Maha Baik.
Menciptakan kembali rindu-rindu yg mulai tumbuh menjadi bunga-bunga yg indah..
Pada pertemuan pertama selanjutnya....
by kawan-kawan @malampuisi_bks
Jumat, 18 Oktober 2013
Rindu (part1)
Kala rindu tak lagi
saling bertegur sapa,
meluruhkan segenap asa
dalam rasa yang entah apa namanya
ketika hati tak lagi
cukup ruang untuk menampungnya,
mengharap akan sapaan
manis untuk melerainya
meski hanya
sepersekian detik.
Kembali aku berguru
pada jarak dan waktu
terkadang kita harus
berebut tempat dengan sang waktu,
sebelum semuanya hanya
menyisakan kenangan
pada akhirnya rindu mengajarkan
arti dari sebuah kebersamaan.
Aku menikmati tiap
jengkal jarak,
sebab jarak menguatkan
rindu
kepada jarak, selalu
ada hati yang bertanya,
apakah di ujung sana
kau pun merindukanku?
@fetihabsari
Kamis, 17 Oktober 2013
'Akhir' Dalam Pertemuan
merangkai kata, memulai langkah
menggores angan, menjejak mimpi
menggurat sajak untuk yang terkasih
tentang penebusan akan sebuah janji
bagaimana akhirnya,
ketika aku rindu kecupanmu di keningku
bagaimana akhirnya,
jika aku rindu tenggelam dalam dekap hangat peluku
bagaimana akhirnya,
jika jemari meronta untuk saling bertaut
mungkin, pertemuan adalah jawabannya
penawar segala macam rindu
penebus segala macam janji
namun, aku tak pernah menginginkan pertemuan
jika ternyata harus ada kata 'akhir' dalam prosesnya
bukankah rindu seharusnya membawa kita pada kisah yang tak mengenal kata 'akhir'?
aku tak ingin rindu ini berakhir hanya dengan sebuah pertemuan
menggores angan, menjejak mimpi
menggurat sajak untuk yang terkasih
tentang penebusan akan sebuah janji
bagaimana akhirnya,
ketika aku rindu kecupanmu di keningku
bagaimana akhirnya,
jika aku rindu tenggelam dalam dekap hangat peluku
bagaimana akhirnya,
jika jemari meronta untuk saling bertaut
mungkin, pertemuan adalah jawabannya
penawar segala macam rindu
penebus segala macam janji
namun, aku tak pernah menginginkan pertemuan
jika ternyata harus ada kata 'akhir' dalam prosesnya
bukankah rindu seharusnya membawa kita pada kisah yang tak mengenal kata 'akhir'?
aku tak ingin rindu ini berakhir hanya dengan sebuah pertemuan
@fetihabsari
Kita (pernah) Sama Dalam Cinta
aku tahu kita berbeda dalam banyak hal
dan mungkin, kita pun bagai magnet yang takkan menyatu
yang kutahu lagi,
kita (pernah) sama dalam satu hal,
yaitu cinta...
cinta yang terangkum dalam sebuah elegi
bercerita tentang sebuah kotak rahasia
menghembuskan rindu di setiap detiknya
merangkai kata di tiap jejak langkah
kita (pernah) sama dalam cinta,
meski kini kau mulai melangkah pergi
kita (pernah) sama dalam cinta,
meski kini kau bilang kita berbeda
kita (pernah) sama dalam cinta,
meski akhirnya perbedaanlah yang memisahkan
cukup !!!
biarlah ku simpan sendiri kisah ini
meski kau pernah berkata kita berbeda,
namun kita (pernah) sama dalam cinta
dan mungkin, kita pun bagai magnet yang takkan menyatu
yang kutahu lagi,
kita (pernah) sama dalam satu hal,
yaitu cinta...
cinta yang terangkum dalam sebuah elegi
bercerita tentang sebuah kotak rahasia
menghembuskan rindu di setiap detiknya
merangkai kata di tiap jejak langkah
kita (pernah) sama dalam cinta,
meski kini kau mulai melangkah pergi
kita (pernah) sama dalam cinta,
meski kini kau bilang kita berbeda
kita (pernah) sama dalam cinta,
meski akhirnya perbedaanlah yang memisahkan
cukup !!!
biarlah ku simpan sendiri kisah ini
meski kau pernah berkata kita berbeda,
namun kita (pernah) sama dalam cinta
@fetihabsari
inspiring by
Cinta di Lembah Mandalawangi - G.I.E
Langganan:
Postingan (Atom)