Pertemuan Pertama
Rasa coklat.
Sebab, aroma coklat mengingatkanku pada sebuah kisah yang manis.
Ingatkah kau, ketika aroma coklat membaur kemudian membungkus kenangan tentang pertemuan pertama?
Coklat?
Aku tak ingat.
Asap-asap pabrik dan kemacetan jalan raya.
Pecah perabotan dapur telah mengaburkannya.
Pertemuan pertama kau bilang,
pertemuan pertamaku denganmu terjadi setelah hujan yang membasahi kita lusa lalu.
Coklat tidak selalu manis,
tapi ada setiap kisah yang bisa kita bubuhkan manisnya dengan sebuah cinta
Mungkin kita pelupa, tanpa ada pabrik coklat,
coklat tak pernah ada.,
pertemuan tak pernah nyata.
Mungkin kamu lupa,
cokelat itu tanah basah yang menempel pada tapak sepatu kita.
Pertemuan itu hanyalah bulir-bulir yang Tuhan turunkan untuk para hambanya terkasih
Aku dan pertemuan pertama.
Selalu ada, untuk sebuah kata kita.
Aku dan pertemuan pertama.
Bukan untuk dijadikan awal cerita.
Aku dan pertemuan pertama.
Akulah yang menjadi pelaku utama,
dan dia orang ketiga yang selalu membenci kita.
Aku kadang benci dengan kosa kata pertemuan,
banyak yg menginginkannya, kemudian akan terlupakan ketika bejana waktu bilang,
sudah saatnya kau kembali
Aku masih ingat saat kau tarik lembut tangan kananku dan mengarahkan ke saku jaketmu,
di sana kutemukan sebongkah coklat
Aku membisu
Aku tersipu malu
Tapi itu dulu sekali.
Pada pertemuan pertama,
ketika kau bicara tentang rasa,
ada rasa yang masih betah bertahan di sana.
Pada pertemuan pertama,
ketika kau utarakan yang sesungguhnya kau rasa,
hatiku berteriak "aku jauh lebih dulu merasakannya".
Setelah pertemuan pertama,
ternyata ada hati yang tengah meragu.
Mungkinkah ia jodoh yang telah kulewatkan?
Kemudian, ada bulir bening yang mulai menetes perlahan.
Aku duduk dan terdiam,
seketika rindu mengingatkanku pada sesuatu.
"Pertemuan pertamaku denganmu menjadi sebuah kata kita yang akan terus kita rangkai hingga tak bisa dibilang kata"
Bulir bening yang penuh arti ketidakrelaan akan perpisahan,
perpisahan pada pertemuan yang menghasilkan keraguan
Haruskah selalu ada perpisahan disetiap pertemuannya?
Kamu bilang, kita harus belajar menabung rindu, agar pada pertemuan selanjutnya kita dapat menarik saldonya...
Pertemuan pertamaku denganmu...
Ah, kau tahu.
Sebagai lelaki ingin saja kuletakkan bibirku di atas bibirmu yang tipis kemerah-merahan.
Apa ada tahap lanjutan dari pertemuan tanpa arti yang hanya menghasilkan keraguan selain perpisahan?
Bila diberi kesempatan bertemu lagi, berarti ragumu tak lagi menghalangi.
Mengapa hal itu yang ingin kau lakukan?
Tidakkah ada hal yang lebih berarti dari sekedar pertemuan bibirku dan bibirmu?
Kau yakin?
Setelah bibirmu menyentuh bibir tipisku, jangan harap kau bisa lari dari genggemanku.
Sudah siap menghabiskan sisa waktu hidupmu denganku?
Pada pertemuan pertama,
kita hanya saling reka; bagaimana jika nanti kita bersama?
Selanjutnya aku bertanya-tanya,
mengapa semenjak berjumpa saat itu, wajahmu selalu berputar di kepala.
Kali ketiga kita menandai almanak untuk kembali bersua,
kau membawakan setangkai lili putih susu.
Hari berikutnya, semesta mendukung kita untuk saling menjatuhi cinta.
Lalu, setelah ku jatuhi cinta tepat di hatimu, kamu bisa apa?
Menjatuhkan air mata karna pergi begitu saja?
Benarkah?
Mungkin, aku akan mati, dikubur, mengabadi di liang hatimu yang paling dalam, selamanya.
Yang terkubur tak pernah abadi, Tuan.
Yang telah mati perlahan akan lenyap disantap cacing-cacing liang lahat.
Saya mengabadi di hatimu,
dan cacing-cacing yang melahapku itu hanya rindu-rindu kita yang tak bertemu, Puan.
Tak apa.
Aku enggan mengakuinya,
tapi jika pengabdian di hatimu itu terasa belum cukup,
yakinlah aku selalu berdoa padaNYA agar kelak kita dipertemukan lagi di Tempat Terakhir.
Tempat dimana seluruh manusia dikumpulkan.
Dan cacing-cacing rindu itu menjelma menjadi benih bunga,
mereka bermetaformosa dalam keajaiban, Tuhan Maha Baik.
Menciptakan kembali rindu-rindu yg mulai tumbuh menjadi bunga-bunga yg indah..
Pada pertemuan pertama selanjutnya....
by kawan-kawan @malampuisi_bks