Kamis, 21 Maret 2024


Bagi setiap wanita, mengidap kista adalah sebuah mimpi buruk. Terlebih hal itu baru terdeteksi saat kita mengecek status kehamilan. Bagaimana pun keadaannya, bisakah kita sebagai pihak luar yang ketika belum bisa membantu dan mesupport, setidaknya tidak menambah beban dan menghakimi. Tahukan kalian bahwa perempuan itu sudah lebih dulu hancur tanpa perlu kalian hancurkan lagi.

“Iya, ibu sedang hamil saat ini, tapi di sini juga kami temukan adanya kista,” seolah dunia akan runtuh saat itu juga. Itu yang aku alami saat kehamilan pertama. Di saat hamil Ezaz.

Bagi perempuan, mengidap kista merupakan penyesalan besar pada diri sendiri. Ia akan menyalahkan bahkan mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga tubuhnya. Jadi, tidak perlulah kita menghakiminya juga dengan kalimat-kalimat tidak relevan yang akan semakin menyakiti hati serta mentalnya. Saat itu, bukan hanya fisik yang diserang, tapi juga hati, pikiran, mental, jiwa. Semuanya hancur lebur terlebih ada janin di dalam rahimnya. Support sistem yang terpenting siaga di moment ini. Suami, keluarga, teman.

Bahkan menemukan dokter yang tepat juga menjadi sebuah keputusan penting. Pada kasusku, aku baru mengetahui kalau ada kista di rahimku ketika cek kandungan untuk yang pertama kalinya ke seorang obgyn.

“Ini ada kantung janin ya, tapi ada kista juga nih besar. Dua minggu lagi kesini, kita lihat kalau tidak berkembang nanti dikuret ya,” tanpa ada aba-aba penjelasan tentang apa itu kista, bahayanya, dan penangannnya, apalagi ucapan selamat bahwa telah mengandung, dokter tersebut langsung meluluhlantakkan mentalku saat itu juga. Rasanya ruh ini sudah pergi lebih dulu. Kosong. Diri ini telah kosong. Tangis pun akhirnya tak mampu tertahan lagi saat keluar dari ruangan dokter.

Dengan support sistem yang harus kita miliki, aku dan suami mencari obgyn lain. Mencari second opinion. Ingin menemukan jawaban dari semua ini.

“Selamat ya, sehat kok ini kandungannya. Memang ada kista, tapi jangan terlalu dipikirkan dulu. Kita pantau terus aja dulu ya,” Seolah aku diselamatkan dari neraka yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Ada desir harapan saat itu.

Dokter keduaku ini memberi penjelasan bahwa kista yang ada di rahimku ini cukup besar. Saat itu dokter belum memberi tahu jenis kista apa. Beliau hanya menjelaskan bahwa kista itu ada yang jinak dan ganas. Kami berharap kista ini adalah kista fungsional yang akan hilang dengan sendirinya. Namun nyatanya di kontrol-kontrol kehamilan selanjutnya kista ini tetap ada.

Dokter menguatkan dengan harapan bahwa janinku saat itu bisa lebih kuat dari pada kista. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan, harus ada tindakan operasi di bulan kelima kehamilan dengan segala resikonya. Keguguran adalah hal yang terburuk.

Aku selalu bicara dengan Ezaz yang saat itu di dalam rahimku untuk kuat. Di awal kehamilan aku diresepkan obat penguat kandungan yang ternyata efek di tubuhku sangat tidak baik. Obat yang berisi zat aktif progesteron tersebut membuat hormon tubuhku bereaksi tak keruan hingga membuatku semakin lemas dan tidak bisa befaktivitas. Aku yang selama kehamilan tidak bisa makan apa pun selain buah dan susu ini semakin tak berdaya setiap pagi ketika malamnya mengonsumsi obat tersebut. Hingga akhirnya aku stop konsumsi meski kami sudah menebus dalam jumlah banyak dengan harga yang tidak murah.

Setiap detik masa kehamilan pertamaku memang kulalui dengan beragam rasa kekhawatiran yang tidak pernah bisa hilang. Beragam bayangan buruk selalu hadir. Yoga, senam hamil, hingga hypnobirthing kulakukan untuk mengontrol emosi dan pikiran demi kesehatan janin. Tapi semua itu juga tidak bisa menghilangkan pikiran buruk yang bisa saja tiba-tiba terjadi.

Kehamilan sudah melewati usia 5 bulan dan muncul secercah harapan baru. Rasa tenang sudah mulai datang bertahap. Ezaz sungguh berjuang. Ezaz berhasil mengalahkan kista itu sendirian di dalam rahimku. Meski Ezaz tidak mendapatkan asupan makanan yang seharusnya dari tubuhku. Ezaz sudah melalui banyak cobaan berat sejak dalam kandungan.

“Janinnya hebat, dia jadikan kista ini temannya di dalam sana,” betapa menenangkannya ucapan dokter yang seperti itu.

Hingga tiba pada usia kehamilan 35 minggu aku diberi penjelasan bahwa posisi janin sudah bagus dan bisa jika ingin melahirkan normal/pervaginum, tetapi dokter lebih menyarankan untuk c-section karena adanya kista. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, suamiku memilih untuk tidak mengambil resiko. Ia tahu bahwa melahirkan, dengan cara apa pun itu tetaplah melahirkan, tetap sakit, tetap jadi seorang ibu. Yang terpenting adalah sehat dan selamat ibu dan bayinya.

Akhirnya aku menjalani operasi c-section sekaligus pengangkatan kista.

“Saya belum bisa memastikan saat ini ya pak, bu. Kista ini akan terlihat saat sudah saya bedah nanti perihal ukuran hingga jenisnya. Dan jika kista ini menempel di ovarium, artinya ovariunmnya juga harus diangkat yang mana peluang kehamilan ibu nantinya berkurang 50% karena ovariumnya tinggal satu,” dokter menjelaskan segala detailnya sebelum operasi esok hari.

Mendengar kemungkinan ovarium yang harus diangkat satu itu perasaan setiap wanita pasti akan sama hancurnya kan. Aku hanya bisa memandang suami yang hanya tersenyum dan mengangguk mengisyaratkan “its okay”.

Di ruang operasi aku memang tidak dibius total, tapi seolah antara sadar dan tidak. Saat Ezaz keluar pun aku sampai tidak mendengar suara tangisannya yang katanya sangat kencang itu. Kemudian melanjutkan operasi pengangkatan kista yang berlangsung hingga dua jam. Iya aku tahu itu hampir tepat dua jam karena aku bisa melihat jam di dinding ruang operasi yang seolah berdetak sangat lambat. Di antara rasa gigil dan keinginan untuk segera menyusui Ezaz, aku merasa kesadaranku sempat hilang ketika melihat jam kembali aku seolah telah melewatkan 30 menit lamanya.

Dokter keluar masuk ruang operasi yang ternyata menemui suamiku untuk menjelaskan dan meminta persetujuan atas tindakan yang akan beliau ambil. Saat tindakan pun dokter menjelaskan dan ajak aku bicara, tapi aku tak mampu untuk mencernanya.

Alhamdulillah kista ini tidak melekat di ovarium, jadi ovariumku masih utuh dua dan sehat. Kistanya memang melekat dan sangat lengket. Dokter membersihkan jaringannya sebersihnya dan tidak bisa mengangkat bagian yang sangat lengket karena akan menimbulkan pendarahan yang parah dan beresiko.

Seminggu setelah operasi kami kembali untuk kontrol dan semua hasilnya bagus. Alhamdulillah. Di situ dokter baru menjelaskan jenis kista yang aku alami.

Kista Endometriosis atau yang biasa disebut kista cokelat ini merupakan penyakit organ reproduksi perempuan. Adanya jaringan atau gumpalan yang tumbuh di leher rahim, ovarium, tuba, leher rahim dan berbagai organ lain seperti rektum dan dinding perut. Di kasusku ini kista menempel di leher rahim. Ukurannya pun ternyata lebih besar dari hasil usg.

Pertumbuhan jaringan ini tergantung dari hormon estrogen. Biasanya disertai gejala nyeri haid yang hebat, siklus haid tidak teratur, atau bahkan berlebihan. Selama ini saat menstruasi aku memang sering mengalami nyeri hebat yang terkadang sampai mengganggu aktivitas, tetapi untuk siklusnya sangat teratur sekali. Sempat ingin ke obgyn tetapi memang belum terlaksana hingga akhirnya menikah dan hamil.

“Untuk hamil ini jaraknya berapa lama dari pernikahan?”
“Sembilan bulan, dok”
“Masyaallah banget ya, bu pak. Biasanya kista ini bisa membuat sulit hamil. Ini dikasih cepat dan juga selamat sehat. Selamat ya,”

Kista ini juga bisa muncul lagi. Kista merupakan salah satu penyakit berulang. Dokter hanya menyarankan untuk pola hidup yang lebih sehat, meski pun tidak menutup kemungkinan juga akan muncul kembali. Karena ada banyak faktor, salah satunya juga tingkat stress. Karena ini semua perihal hormon. Jadi jangan pernah menghakimi perempuan pengidap kista dengan kaliamat-kalimat sumpah serapah bahkan menyalahkan pola hidup hingga makanannya.

Banyak perempuan memang yang baru tahu bahwa dirinya mengidap kista saat kontrol kehamilan. Maka untuk perempuan tidak ada salahnya kok untuk rutin ke obgyn meski kamu belum menikah sekali pun. Tidak perlu menunggu hamil. Kista itu bukan aib. Hampir semua wanita di seluruh dunia pasti memiliki kista, hanya saja tingkatannya berbeda-beda.

Pada kasus temanku yang juga mengidap kista dan harus menjalani operasi di usia kehamilannya yang belum genap 10 minggu itu. Ia tetap mempertahankan janinnya meski rasa sakit yang ia alami harus berkali lipat karena dosis anastesi dan obat yang dikurangi agar janinnya bisa tetap bertahan. Namun akhirnya beberapa minggu setelah operasi pun ia tetap harus kehilangan jaminnya. Keguguran.

Memang setip manusia memiliki jalannya masing-masing. Yang kita anggap tidak beruntung belum tentu seburuk itu. Sebab rencana Tuhan adalah yang terbaik dan yang terindah untuk setiap hambanya. Melalui ujian yang berbeda. Mendapatkan kesanggupan yang tak sama.

Kalau kamu masih tidak percaya adanya Tuhan, bagaimana aku tidak mau tidak percaya. Nyatanya Tuhan itu dekat banget sama kita. Memeluk setiap hambanya dengan penuh kasih.

Alhamdulillah sampai detik ini kista ini tidak berulang di tubuhku. Hingga aku memliki anak kedua. Nyeri saat haid pun sudah tidak datang lagi. Semoga kita semua diberi sehat dan kekuatan pada porsinya masing-masing.

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates