Jumat, 21 Desember 2018



Mereka itu keluarga, meski tak sedarah. Teman, sahabat, kakak dan bisa menjadi apa saja. Salah satu anugerah yang Tuhan kirimkan dan harus saya jaga dengan baik. Mereka yang tak bisa terdefinisikan oleh aksara terindah sekalipun.

Minggu, di pertengahan April yang sendu. Langit kala itu sedang teduh-teduhnya. Awan bergumul memayungi bumi yang terhindar dari terik. Siang itu, saya sudah ada rencana dengan Galih untuk menyelesaikan hal-hal yang belum tuntas terkait persiapan pernikahan. Hari ini harus selesai, sebab minggu depan (minggu terakhir sebelum hari H) kami disarankan oleh WO untuk tidak bertemu sampai pada hari H acara.

“Datang jam berapa?”

“Belum tahu.”

Detik berganti menit. Menit berganti jam. Siang berganti sore. Teduh berganti hujan, tapi Galih belum juga muncul di rumah. Sempat kesal dan terjadi perdebatan di whatsapp.

“Udah sore. Nggak usah ke sini. Percuma!” saya kesal. Serpong – Jakarta membutuhkan waktu tempuh sekitar 2 – 3 jam. Belum lagi kalau pulang harus kejar krl dari rumah jam 9 malam.

Sekitar pukul 17.00, di saat saya sudah kesal akibat rencana yang gagal, tiba-tiba Galih telpon. "Siap-siap ya. Aku udah mau sampai. Dandan yang cantik. Pakai baju putih.”

“Apaan sih? Udah sore gini. Hujan pula. Ngapain coba?”

“Udah nggak usah ngambek-ngambek. Buruan ya dandan pakai baju putih.”


Seharian bikin kesal karena super php dan bikin orang sakit nunggu dari pagi sampai sore. Wacana yang gagal total, padahal sudah nggak punya banyak waktu lagi untuk selesaiin semuanya. Tiba-tiba datang di sore yang hujan. Meski sudah diwarning nggak boleh pulang malam karena imun sudah melemah dan kesehatan mulai drop. Tanpa rasa bersalah malah menyuruh dandan dan ganti baju. Yang disuruh anaknya nurutan banget lagi kalau yang namanya diajak jalan-jalan.

Saya nggak berfikir macam-macam. Hanya berfikir, mungkin Galih ada acara dadakan sore ini. Selang beberapa menit dia datang, dan langsung bawa saya pergi.

“Kita mau kemana?”

“Udah ikut aja. Senang deh pokoknya.”

Saat Galih akhirnya nyeplos lokasi yang kita tuju, radar saya mulai paham. Meski dia bilang cuma berdua buat dinner. Saya mulai tahu kenapa saya dibawa ke tempat ini. Ditambah lagi Galih yang paling ahli gagalin surprise ini kebingungan mencari tempat pasti di mana segerombolan rusuh itu berdiam.



           BRIDE


               TO


              BE



Nggak tahu gimana ceritanya, yang jelas lagi sakit-sakit dibawa pergi.  Setelah saling berkonspirasi sebelumnya sampai telpon emakku diam-diam demi ijin anaknya bisa diculik keluar. Karena tempat sudah direservasi beberapa bulan lalu katanya, (lebay sih). Dipermalukan yang padahal memang sudah nggak punya malu. Kurela dijadiin badut dadakan selama mereka bahagia.

“Kamu kan belum kesampaian pingin banget ke sini, Fet, makanya kita booking deh.”

“Kita udah telpon emakmu biar dapat ijin nyulik kamu malem-malem.”

“Gue udah diwarning WO kalian padahal buat nggak bawa calon pengantinnya main mulu.”

Begitulah ceriwisnya mereka. So, 90% mereka berhasil bikin surprise untuk saya yang saat itu sedang kurang enak badan.  10%nya lagi sudah terbaca waktu Galih kasih tahu lokasi yang mau dituju sewaktu di jalan. Si Bear mah suka gitu, ngebocorin rahasia yang sedikit lagi sudah mau berhasil. Dan Galih berhasil ngerjain saya membuat sebal, kesal, dan super menunggu seharian.





Anyway, thank you. For everything. Not only to surprise that night, but for all that we have been through together for this. lopelopelopeyouall.



Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates