Kisah Rama dan Sinta dalam Anak Bajang Menggiring Angin
Tak banyak karya sastra di
Indonesia yang dicetak ulang beberapa kali seperti buku Anak Bajang Menggiring
angin ini. Banyak pembacanya mengaku telah menemukan pegangan yang menguatkan
dan mencerahkan hidupnya. Beberapa potongan kisahnya telah memberikan inspirasi
bagi lahirnya sejumlah karya seni tari dan teater. Di banyak SMU, buku ini
dipakai sebagai bahan pelajaran sastra.
Berangkat dari kisah Ramayana, buku
ini menjadi karya sastra yang aktual untuk kehidupan masa kini. Dalam buku ini
terkandung pelbagai khazanah kekayaan tentang cinta sejati, tentang pergulatan
manusia menghadapi penderitaan, kesendirian, dan kesunyiannya, tentang kesia-siaan
kekuasaan, dan tentang kemenangan autentisitas manusia di tengah segala kepalsuan
hidup. Bagi sementara pengamat sastra, kisah buku ini merepresentasikan
perlawanan mereka yang lemah dan tak berdaya menghadapi absurditas nasib dan
kekuasaan.
Banyak pengamat mengatakan,
kekuatan Anak Bajang Menggiring Angin ini terletak dalam bahasanya yang sangat
indah, lebih-lebih dalam corak liriknya yang puitis dan ritmis. Perjalanan buku
ini sendiri telah menjadikannya sebuah karya sastra yang klasik.
***
Sindhunata menuliskan kisah dalam
Anak Bajang Menggiring Angin ini dengan sangat berhasil. Dari mulai penggunaan
bahasa dan pemilihan diksi yang nyaman untuk dibaca, juga berisi pesan dan
makna yang dapat pembaca ambil tanpa terkesan menggurui.
“Semoga akhirnya kau mengerti bahwa
di dunia ini nafsu manusia itu bagaikan samudra, sedangkan budinya hanyalah daratan kecil di
tengah-tengahnya…” Hlm 24.
Penggalan kalimat tersebut
menggambarkan perilaku manusia yang semakin terlihat belakangan ini. Segala
nafsu manusia mulai dari yang licik hingga terkotor sekalipun. Keserakahan dan
kekuasaan yang tidak semestinya. Sedangkan untuk menemukan sebuah kebaikan dan
kejujuran sangatlah sulit.
Penderitaan dalam kisah ini
tercipta sebab Dewi Sukesi dan Wisrawa yang gagal mendalami Sastra Jendra
sehingga melahirkan keangkaramurkaan di dunia. Dari nafsu Sukesi dan Wisrawa
lahirlah anak-anak berwujud raksasa yang penuh dendam dan keji. Salah satu yang
paling jahat perilakunya adalah Rahwana.
Rahwana yang akhirnya memimpin Negeri
Alengka. Alengka yang pada mulanya merupakan negri yang tenang dan teramat
indah kini selalu haus oleh darah. Rahwana pun selalu memiliki nafsu untuk menikmati
setiap perempuan, terutama Dewi Widowati dan Sinta yang kecantikannya tiada
tertandingi. Rahwana merupakan salah satu penggambaran sesuatu terlahir yang
bersumber dari hawa nafsu.
Pada akhirnya, Rahwana si raksasa
jahat yang memiliki Aji Pancasona itu akan binasa oleh seekor kera bernama
Anoman. Berkat ketamakan dan kesombongannya, Rahwana yang tidak akan pernah
mati ketika ia menyentuh bumi itu akan merintih dan tanpa daya. Bumi pun tak
kuasa lagi untuk menerimanya.
Perihal kesejatian dan kesetiaan
cinta tergambar jelas melalui perjuangan Sinta yang turut mengembara dari satu
rimba ke rimba lainnya demi kesetiaan cintanya terhadap Rama, suaminya yang telah diusir dari negeri Ayodya.
Sinta rela untuk merasakan penderitaan tersebab cinta, bahkan ia rela mati demi
meempertahankan kesuciannya dari raksasa jahat bernama Rahwana hanya untuk
Rama. Namun kesuciannya justru diragukan oleh Rama.
“Rama, kekasihku, tiada yang akan
percaya cinta kita. Karena mereka tidak mengetahui, cinta adalah mawar yang
mekar tanpa pertolongan musim mana pun jua. Cinta itu adalah anugerah dari yang
ilahi, yang akan menuntun kita tanpa kita tahu tujuannya, dan barangkali cinta
itu bisa menjadi derita seumur hidup kita….” Hlm 107.
Bagi kalian yang menyukai kisah
pewayangan, pastinya buku ini sangat menarik untuk dihabiskan. Jika kalian
bukan penyuka kisah pewayangan, buku ini akan membuatmu tertarik untuk mengorek
lebih dalam kisah pewayangan itu sendiri.
Kisah ini keren dan asyik sekali
untuk dilahap sampai habis. Cerita tentang kehidupan dan cinta yang sebenarnya,
dikisahkan dalam tokoh-tokoh pewayangan yang tidak membosankan dan membuat
ngantuk.
Buku ini juga layak masuk ke dalam rak buku koleksi. Beruntungnya, saya menemukan buku ini ada di dalam kotak oleh-oleh rutin yang dibawanya saat mengunjungi kotaku.
@fetihabsari