Jumat, 05 Mei 2017



Seharusnya tulisan ini muncul di tanggal 28 Maret 2017, kenapa? Sebab memang di tanggal itulah hari spesial yang seharusnya menjadi waktu publishnya catatan ini. Tetapi manusia memang hanya bisa berencana. Ditambah rasa malas yang cukup lama menyerang dengan beralasan sibuk piknik dan weekend di bulan April yang dipenuhi oleh jadwal bolak-balik ke luar kota. Baiklah, semua itu memang sekadar alasan pendukung rasa malas.

28 Maret, seseorang yang saya cintai dalam hidup saya telah berkurang kembali usianya, tetapi tidak pernah mengurangi rasa cintanya terhadap saya. Ibu. 

Kemarin, di tanggal 28 Maret, saya mengajukan pertanyaan, “ibu mau hadiah apa?”. Beliau selalu menjawab tidak ingin apa-apa. Begitulah. Ibu selalu berujar, “orang tua tidak menginginkan apa-apa dari anaknya, yang penting anak-anaknya bahagia,” dan “yang namanya orang tua itu nggak pernah mau minta, kalau dikasih ya syukur, enggak yaudah,” begitu katanya.

Maka, berhubung tanggal 28 Maret kebetulan jatuh di tanggal merah, saya memutuskan untuk mengajak ibu jalan-jalan di kawasan Kota Tua Jakarta dan naik bus tingkat, tetapi ada beberapa halangan hingga akhirnya batal. Esoknya, saya pulang membawa donat dan lilin, tetapi tidak jadi tiup lilin. Katanya, “nggak usah pakai tiup-tiup lilin”.

Seharusnya weekend itu juga saya mengajak ibu jalan-jalan sebagai ganti tanggal 28, tetapi saya harus melarikan diri ke Madura. Akhirnya, tanggal 9 April baru bisa terealisasi. Menggunakan commuterline, kami berdua kencan ke kawasan Kota Tua. Panas. Jelas. Tidak bertahan lama kami bertahan di kawasan tersebut, kemudian memutuskan untuk untuk mencoba bus tingkat yang butuh penantian panjang. Busnya bagus, karena masih baru. Yang kurang adalah tidak adanya tourguide atau pun speaker yang bisa menjelaskan apa-apa saja yang tengah kami lalui.

Rute bus tingkat yang tidaklah terlalu panjang itu kami akhiri kembali di kawasan Kota Tua. Kami jajan, makan, pulang.




Sepanjang perjalanan hari itu, yang paling saya sadari adalah, sepertinya ibu benar-benar sudah menginginkan merawat cucu dari anaknya sendiri, bukan lagi dari keponakan-keponakannya. Ibu memang selalu berhasil menarik perhatian banyak anak kecil. Nggak paham kenapanya. Di rumah, sering anak-anak kecil betah main saat siang hari menemani ibu yang sedang sendirian. Dan kemarin, di dalam commuterline, ibu selalu dan mudah sekali ditempeli oleh anak-anak kecil. Entah ada magnet apa. Tapi yang pasti, ibu sangat menikmatinya. Dan saya, hanya bisa tersenyum dan menikmati pemandangan tersebut. Hal itu terjadi pada perjalanan pulang maupun pergi menggunakan commuterline.


6 Aprilnya, Kak Dewi mengabarkan ingin ke rumah meminjam action cam untuk perjalanannya ke Pahawang weekend itu. “Masuk ke dalam aja ya nanti, ngobrol-ngobrol dulu tuh sama emak, udah lama kan nggak mampir,” itu perintah saya. Biasalah kita saling memerintah. Tapi tetap sayang kan.

“Aku bawa mobil, kutunggu di depan aja ya, mau ngambil doang terus langsung pergi,” jawabnya dengan enak.

“Oh,” sayanya mulai agak bete sih.

Malamnya, saat rumah kosong dan hanya ada saya sendiri di atas, ternyata pintu bawah diketuk. Lama. Kak Dewi sudah di depan pintu bersama Arya, membawa sekotak kue ulang tahun. “Emak mana, Fet? Tiup lilin yuk!”

Hwaaa, surprise banget. Berasa saya yang diberi surprise. Tidak berapa lama, ibu pulang. Akhirnya, malam itu jadi juga ibu tiup lilin. Kak Dewi ini sukses banget ambil hati ibu. Teman yang sudah selayaknya keluarga ini memang begini kelakuannya. Kakak yang sering nyebelin ini kadang bisa bikin makin sayang juga. Terima kasih kakak angkat yang berbakti banget jadi anak angkatnya emak 😋❤ Saya, sebagai anak kandung jadi merasa gimana gitu ya malah nggak memberi surprise apa-apa. Alamat tergadaikan nih drama hidup anak yang tertukar.



Bagi saya, Ibu adalah sosok yang tak akan pernah terganti dalam hidup saya. Kemarin, di saat saya tengah berada pada titik terendah, merasakan hancur sehancur-hancurnya, Ibu adalah orang yang sebenarnya lebih hancur, namun berusaha tetap tegar agar anaknya tidak semakin rapuh. Ibu, yang selalu lebih dahulu memikirkan segala hal yang saya butuhkan di saat saya belum mulai memikirikan apa yang saya butuhkan. Ibu, sosok yang mau mendekap saya dalam keadaan apa pun dan di mana pun. Ibu, yang selalu mampu menghapus air mata saya tanpa perlu menyekanya secara langsung.

Pernah salah seorang teman berujar di sela-sela makan malam pada sebuah trip ketika saya sedang berusaha menghubungi ibu di tengah sinyal yang datang dan pergi, “dekat banget ya sama ibunya.” Saya bahagia mendengar kalimat tersebut. Saya bersyukur. Sangat bersyukur. Saya memang dekat dengan ibu. Sangat dekat. Segala hal apa pun tentang hidup saya, ibu adalah sosok yang paling tahu meski tanpa diberi tahu. Ibu adalah tujuan awal saat saya membutuhkan teman berdiskusi perihal hidup dan segala pilihannya. Ibu adalah orang pertama yang akan saya mintai pendapatnya saat saya harus memilih sebuah pilihan. Hal itu berlaku pula saat memilih pasangan. Tanpa terkecuali.

Ibu yang selalu merelakan kebahagiaannya untuk saya dan adik saya satu-satunya. Saya selalu ingat ibu. Saat harus meninggalkan rumah seharian bahkan berhari-hari, saya mewajibkan diri untuk selalu menghubungi ibu seminimal-minimalnya sekali dalam sehari. Begitu pun sebaliknya, saat Ibu harus meninggalkan rumah dalam waktu beberapa hari, komunikasi tetap harus terjalin.

Ibu yang selalu setia menanti anaknya saat pulang telat hingga larut malam sekali pun. Ibu yang selalu sabar menjadi pendengar untuk segala keluh kesah anaknya. Ibu yang selalu memberi kebebasan, tetapi juga dengan batasan wajar pada anaknya. Ibu yang selalu menjadi tameng dan berada  di barisan paling depan saat terjadi pertengkaran sang anak dengan ayahnya. Ibu yang menjadi penghubung suara anaknya kepada saang ayah. Ibu, superhero yang luar biasa.

Ibu, akankah aku bisa menjadi sepertimu? Menjadi perempuan luar biasa yang multitasking meski dalam keadaan lelah sekali pun dan tanpa pernah mengeluh. Bisakan aku membesarkan anak-anakku kelak sebaik engkau membesarkanku dan adikku hingga sebesar ini?

Ibu, jangan pernah lelah menghadapi anakmu yang egois dan sering emosi ini. Meski sejauh apa pun kami nantinya dipisahkan oleh jarak, ibu adalah satu-satunya tempat untuk pulang. Menjadi rumah sekaligus surga untuk tempat menetap.

Sehat selalu, Ibu. Panjang umurlah hingga kelak Ibu puas melihat anak-anakmu sukses dan merawat cucu-cucumu yang lucu dengan penuh cinta dan kasih. Ibu, tetaplah berbahagia selalu. Percayalah, kami, anak-anakmu, sangat-sangat mencintaimu dan ingin selaalu melihatmu bahagia. Dekaplah kami selalu dalam doa dan kasih sayangmu.


@fetihabsari

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates