Rabu, 30 Maret 2016

Dok Pena Khatulistiwa

Mulanya, di longweekend (25-27 maret 2016) kali ini tidak ada rencana untuk liburan ke mana-mana sebab awal bulan (5-9 Maret 2016) sudah akan jalan ke Lombok seperti rencana awal, tetapi ternyata rencana tinggallah rencana. Perjalanan Lombok di cancel, tiket penerbangan dibatalkan beberapa hari sebelum keberangkatan. Bulan April sudah tidak ada tanggal merah, jadi bulan ini harus tetap jalan, tapi ke mana? Tiket kereta di pulau jawa sudah ludes, tiket pesawat melonjak drastis. Tiba-tiba ada tag di Instagram. Daftar dan berangkatlah akhirnya.

Fun Hammock Gathering & Solidarity yang diselenggarakan oleh Pena Khatulistiwa yang berlangsung di Lembah Pasir Sumbul Ciloto, Taman Nasional Gede Pangrango, 26-27 Maret 2016. Beberapa hari setelah batal ke Lombok, Arief me-tag perihal acara ini ke saya dan kak Dewi di Instagram. Melihat lokasinya yang cukup mudah dicapai, acara ini pun menjadi pilihan kami untuk mengisi longweekend ceria.

Kami nggak tahu acara akan ngapain aja. Kami nggak kenal siapa pun dalam acara ini. Kami nggak punya teman-yang ini lebay. Tapi kami berminat. 

Mulanya kami memperhitungkan mau naik apa menuju lokasi meet point di Masjid Amaliah Ciawi pukul 07.00 pula. Memang sudah berencana untuk naik kendaraan pribadi, namun tetap prepare kalau-kalau mobil tidak bisa dipakai. Berfikir akan naik apa dan berangkat jam berapa dari Jakarta ke Ciawi dan harus tiba pukul 07.00. Akhirnya ada mobil juga sih.

Berangkatlah kami bertiga, Jumat malam, 25 Maret 2016. Sebenarnya bisa saja berangkat Jum'at pagi sekalian jalan-jalan dulu, tetapi kondisi rumah lagi nggak memungkinkan buat ditinggal dari pagi. Sebelumnya mampir dulu ke Berbagi Nasi Jakarta Timur, barulah sekitar pukul 23.00 cuss ke Puncak untuk menghindari macet juga. Dalam setengah jam kami sudah sampai saja di puncak. Cari parkiran di puncak pass yang malam itu rame dan penuh. Tanpa minat ingin lihat-lihat atau ngemil yang hangat-hangat, kami pun langsung bobok cantik dengan posisi enak masing-masing di dalam mobil.

Sekitar pukul 07.00 dan nyawa sudah terkumpul kami langsung menuju lokasi, Lembah Pasir Sumbul yang ternyata tidak terletak di satu tempat dengan Taman Nasional Gede Pangrango meskipun masih termasuk dalam wilayah TNGP. Jadi tidak akan ditemui plang besar bertuliskan Taman Nasional Gede Pangrango di sana. Hanya ada sebuah papan kecil yang menunjukkan identitas bahwa Lembah Pasir Sumbul ini masih termasuk di dalam TNGP.


Sudah terpasang banyak tenda dan tower hammock, tetapi masih sepi karena yang lain masih berkumpul di meet point Ciawi. Sekitar pukul 10 barulah mulai ramai dan berdatangan peserta yang lain. Kami di tenda 13, letaknya persis menghadap panggung,  enak kan. Di tenda 13 kami hanya bertiga.



Acara berlangsung dengan banyak pengisi acara, mulai dari beragam komunitas yang memang sepertinya kebanyakan berasal dari Bogor, musik, hammock tower, slackline, dan bintang tamu Chintya Tengens yang merupakan host Jejak Petualang di Trans.

Chintya Tengens
*dok Pena Khatulistiwa*

dokumentasi Pena Khatulistiwa

Kok yang lakik lebih sadar kamera --"
*dok Pena Khatulistiwa*

Ingin mencoba naik sampai di puncak hammock tower yang sudah terpasang, tapi antri. Akhirnya kita bikin hammock sendiri yang hanya tersusun 2 hammock.  Manjat-manjat yang nggak seberapa, terus betah deh santai di hammock.

Hammock Tower
*dok Pena Khatulistiwa*





Melihat orang bisa loncat-loncat indah di atas satu tali itu saya penasaran dan ingin mencoba, akhirnya berkesempatan juga mencobanya. Tahu iklan Djarum Super edisi slackline? Itu loh yang berjalan dan lompat-lompat di atas satu tali di ketinggian entah berapa ribu kaki itu. Iyaa, itu. Kereen kan. Susah, seriusss!! Intinya kita harus bisa menjaga keseimbangan tubuh di atas satu tali dengan cara mengontrolnya dengan kedua tangan yang diayunkan ke kanan dan ke kiri, satu kaki yang berpijak pada tali harus menekuk sedikit rendah, dan pandangan harus menatap ke depan, bukan terpaku pada tali. Begitu. Berhasil berjalan satu dua langkah kemudian jatuh lagi dan lagi. Bukankah untuk mencapai sesuatu kita harus merasakan jatuhnya terlebih dahulu dalam prosesnya.


Komunitas slackline yang menarik perhatian saya itu bernama Pernah Nakals. Terbersitlah keinginan saya untuk bertanya.

"Kok namanya 'Pernah Nakal', Mas?"
"Kenapa ya," dengan tampang mikir, kemudian ia melanjutkan, "mungkin biar nggak nakal lagi."
"Kalau namanya pernah nakal, berarti sekarang udah nggak nakal dong?"
"Mmhhh... nggak juga sih."
"Kalau gitu kenapa namanya 'Pernah Nakal'? Kenapa nggak 'Masih Nakal'?"

Tidak ada jawaban yang pasti dari pertanyaan saya itu. Maafkan ya, mas, naluri kekepoan saya memang begitu.


Sore menuju magrib acara break untuk kemudian dilanjutkan lagi pukul 19.00. Namun, saat magrib menjelang ternyata hujan turun tanpa permisi. Semua melindungi diri di dalam tenda masing-masing. Gelap, dingin, dan sepi. Suasananya cocok untuk membungkus tubuh di dalam sleepingbag dan tiduran lalu ketiduran beneran.

Sekitar pukul 20.00 hujan mulai berganti dengan rintik-rintik kecil. Acara pun dilanjutkan dan refleks terbangun. Beruntung dapat tenda yang langsung menghadap panggung. Saya menyimak kelanjutan acara dari dalam tenda dan masih terbungkus dalam sleepingbag.




Pengumuman pemenang foto di Instagram dan kami tidak termasuk di dalamnya. Saat sesi ngobrol-ngobrol bersama Chintya Tengens, tiba-tiba nama saya dipanggil. Dengan muka yang sudah siap terlelap di dalam sleepingbag ini maju ke depan. Untung suasana sudah gelap. Setelah duduk lumayan beberapa menit di depan menikmati obrolan dari pertanyaan saya ke Chintya, ternyata saya dapat doorprize jaket dari Freeman Rockventure. Hijau dan berukuran S. Cucok deeh.

dok Pena Khatulistiwa

Dok Pena Khatulistiwa

Ini dia jaketnya. *terima endorse* haha

Selesai sesi ngobrol-ngobrol berbagi pengalaman bersama Chintya, acara dilanjutkan dengan musik dan juga api unggun. Kelar api unggun, saya kembali ke tenda dan masuk dalam sleepingbag. Terlelap meski beberapa kali terbangun karena ternyata yang lain masih asik ngobrol dan gitaran di luar. Sepertinya mereka tidak punya rasa ngantuk atau memang sayanya yang nggak bisa kalau nggak tidur. Hhmmm

Keesokannya acara berakhir dan bubar sekitar pukul 10.00 setelah sesi foto bersama. Yang kurang dari acara ini adalah, tidak ada kesan-kesan yang didapat dari keseluruhan acara. Tidak ada sesi atau acara yang membuat satu sama lain saling kenal jika tidak ngobrol dan berkenalan sendiri yang sebenarnya tidak setiap orang bisa langsung ngobrol dan kenalan seperti itu.

Mungkin bisa dibuat games yang memerlukan kerjasama antar anggotanya atau membuat pembagian tenda secara acak dengan orang-orang yang awalnya tidak saling kenal. Mungkin dengan begitu akan lebih terasa kesan dan terkenangnya.

Tapi, cukuplah untuk kami yang sekedar ingin having fun dan melepas penat sekaligus balas dendam karena liburan yang batal. Seruu. Asiik. Dapat hadiah pula.

dokumentasi Pena Khatulistiwa



Menuju Jakarta ternyata masih berlaku buka tutup jalan. Mampirlah kami ke Taman Safari Indonesia. Ceritanya sambil menunggu macet usai, tapi mah memang sudah niat sekalian mampir sih. Sebelum sampai Taman Safari kami membeli wortel yang banyak dijajakan di pinggir jalan dengan harga Rp 10.000 untuk 3 ikat, tetapi kami menawarnya dan mendapat 4 ikat.












Sebenarnya saya orang yang paling males untuk datang ke kebun binatang, bukan apa-apa, hanya saja main aman untuk tidak terjebak pada hewan-hewan yang berbau reptil. Dan benar saja kan, mereka mau masuk ke lorong reptil dan saya memutuskan untuk menunggu di luar. Meski awalnya mereka memaksa agar saya ikut atau mereka yang tidak jadi masuk akhirnya mereka masuk juga hanya berdua. Sudah cukup di taman reptil TMII saja saya sampai digendong hanya untuk dijejelin ke kandang ular. -_-

Sampai rumah sekitar pukul 20.00 ngobrol bareng Ibu yang juga baru pulang dari liburannya di Semarang. Ibu cerita kalau di stasiun banyak anak-anak habis naik gunung dan kerilnya lebih gede-gede dan tinggi-tinggi dari pada punyaku.

"Yaiyalaah buukk, mereka kan lakik dan badannya juga lebih gede-gede, kalau aku bawa begitu yang ada kejengkang ke belakang."

Dan katanya lagi selama menunggu kereta datang, anak-anak itu makan dengan lahapnya sampai-sampai tempat makannya bersih gitu, itu kelaperan apa emang laper. Saya cuma bisa ketawa sambil berkata dalam hati, jangan sampai aja emak mikir anaknya kelaperan kalau lagi jalan. Tenang, makk, anakmu ini aman kok soal makan dan selalu tinggal makan kalau lagi camping-camping ceria secara selalu ada yang masakin. Kita mah gitu anaknya. :))

Dan juga, entah akhir-akhir ini sering sekali bisikan mengenai Pendaki vs Penyair menggema di telinga saya. Sumbernya dari mana-mana.




@fetihabsari

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates