22th Birthday
12 Agustus 2015. Tidak ada yang istimewa memang, hanya sebuah kenyataan bahwa usia bertambah dan kesempatan hidup di dunia semakin berkurang. Tepat 22 tahun yang lalu, seorang bayi perempuan dilahirkan dari rahim perempuan yang kuat.
12 Agustus yang ke 22 kali ini sama seperti biasa,
dibanjiri ucapan selamat serta doa-doa penuh kebaikan. Ya, segala doa yang terbaik
untuk kalian semua juga.
Nggak ada yang spesial
memang, tetapi memiliki kalian yang mencintai dan menyayangi saya itu lebih dari
spesial. Nggak seperti biasanya, dua perempuan yang sudah
dibilang keluarga ini memberi sebuah video. Tumben. Biasanya mereka ini nggak
pernah ngucapin di hari H.
Pagi itu sebenarnya mereka
juga tidak memberi ucapan sih, hanya sebuah video dan audio yang diupload di
#grupbaper (grup curhat yang isinya hanya kami bertiga). Terharu sih sedikit.
Iya, sedikit saja, jangan banyak-banyak, nanti mereka kesenengan. Videonya bisa kalian lihat di sini...
Nggak selesai sampai di
video saja, ternyata mereka menyiapkan sebuah kejutan. Hhhmmm feeling sih ada, ketika Fitri meminta kontak Pipit, cuma
nggak kebayang kalau akan bikin kejutan di siang bolong yang panas.
Sabtu, 15 Agustus. Saat
pulang kerja (Sabtu kerja? Iya, kerja setengah hari. Ciyan yah.) Pukul 13.00 kira-kira Pipit Whatsapp saya, katanya
kepingin es krim dan mau ke mcD. Nggak ada kecurigaan sih pas dia Whatsapp
kayak gitu, karena sudah biasa tiba-tiba japri dan bilang pingin ini itu dan
akhirnya kita pergi untuk memenuhi keinginan itu. Tetapi japrian kali ini sangat nggak
jelas dan akhirnya nggak jadi ngeskrim. Masih belum curiga sih, karena kadang
biasa juga seperti itu. Kepingin dan nggak jadi gerak.
Sampai rumah sekitar pukul
14.00 dengan hawa panas terik dan sudah berencana untuk tidur siang sesampainya
di rumah, tapi ketika membuka pintu sudah ada hiasan balon dan HBD yang
tertempel di tembok. Saya tahu pasti kerjaan siapa ini semua. Nggak pakai
ekspresi kaget dan terharu, tapi malah tertawa. Tawa bahagia. Mereka bertiga
(Kak Dewi, Fitri, dan Pipit) pun keluar dari dalam dengan membawa kue bentuk
hati yang cokelat dan lilinnya sudah lumer meleleh. Sayang sekali kue yang
tadinya cantik jadi agak mengurangi selera untuk memakannya.
Setelah tiup lilin dan
potong kue (hati), mereka menculik saya. Panas-panas, baru sampai rumah, belum
selonjoran apalagi cuci muka, hanya tiup lilin dan potong kue (hati) saya harus
menikmati panas terik jalanan Jakarta lagi. Acara penculikan pun berlangsung
hingga malam, meski nggak terlalu malam juga sih, karena keesokannya harus
berangkat ke Bandung pagi hari.
Selama berteman bertahun-tahun,
main, makan, bobok, curhat, marah, sampai jadi gila bareng, kita nggak pernah
saling bersikap dan saling berkata-kata manis. Marah ya marah. Baper ya baper. Saling
menasehati dan mengingatkan dengan tegas hingga (agak) sadis. Untung saling
cinta dan mengerti.
Banyak yang bertanya, ‘Kalian
(Saya, Fitri, dan kak Dewi) itu ketemunya di mana sih?’. Nggak penting sebenarnya
kami bertemu di mana dan bagaimana. Yang terpenting adalah saat ini kami adalah
satu keluarga. Cinta dan tulus. Saya bertemu
Fitri dan kak Dewi beberapa tahun lalu melalui sebuah komunitas (Klub Buku
Bekasi). Setelah itu kami banyak mengikuti beberapa komunitas lain bersama. Saling
menjerumuskan dalam komunitas masing-masing. Dulu kami berlima bersama Ijul dan
juga Olih, ada dua pria yang jadi pelindung.
Sedangkan Pipit, Pipit
adalah teman yang sudah bersama hampir belasan tahun. Kami berteman sejak TK
hingga detik ini. Tidak pernah menyangka memang bahwa kita akan awet seperti
ini. Pipit adalah teman yang baik dan tulus. Menjemput, mengantar dan menemani.
Tempat menumpahkan segala sampah-sampah curhatan yang kalau sekali ketik bisa
jadi satu cerpen. Ketika saya ingin sesuatu pasti dia akan berkata, “Mau nitip?
Nanti gue beliin sekalian lewat.” Padahal belum tentu juga dia lewat tempat
itu, tapi pasti sengaja lewat.
Bahagia itu adalah
dipertemukan oleh mereka yang selalu ada di kala susah, bukan senang. Bahagia
itu adalah menjadi diri sendiri tanpa perlu peduli omongan orang. Bahagia itu
adalah tumbuh dan menjadi gila bersama.
Mereka adalah salah satu
harta berharga yang saya miliki. Mereka mengajarkan saya banyak arti hidup
melalui sebuah persahabatan. Mereka menyadarkan saya bahwa segala kesedihan
yang saya alami adalah bukan akhir dari segalanya. Mereka membuka mata saya
bahwa ada yang kurang beruntung dibanding saya. Mereka mengetuk hati saya,
bahwa segala masalah saya sebenarnya tidak pantas untuk saya rawat dan ratapi.
Sebab persahabatan nggak
butuh kata-kata manis yang sekedar basa basi busuk. Cukup untuk selalu ada
disaat susah bukan senang. Cukup untuk selalu mendengar dan memeluk disaat
terjatuh.
Jadi, selama masih ada
mereka yang menyayang saya dengan tulus, nggak sepantasnya saya terus menerus
bersedih pada hal yang sebenarnya tidak layak untuk diratapi. Allah nggak pernah memberikan kesedihan
pada umatnya, kesedihan itu adalah kita sendiri yang buat. Harus selalu bersyukur atas segala hal,
bersyukur masih diberi perasaan dan nafas.
I hope we always be together,
sharing and caring. Love you, girls.