Kamis, 02 Juli 2015

Tema Kamisan #12 dari @kezionk

Langit masih murung. Matahari masih sedih. Tanah masih basah tergenang. Aku masih dingin, menggigil dan hampir beku. Pada cangkir putih yang menyeruakkan harum kafein, kusesap harum kehangatan yang tertinggal.
***

Senja memiliki banyak cerita dan beragam kisah. Perihal jatuh cinta, juga patah hati. Perihal pertemuan, perpisahan serta kehilangan. Senja mengajarinya cara bertahan. Bertahan meski perlahan tempatnya akan tersingkir. Bertahan meski tahu, ia akan terganti. Bertahan meski sadar, ia akan ditinggalkan.
Pada suatu senja, Andini bertemu dengan seseorang yang menjadi kekasih pertamanya. Meski bukan cinta pertama, ia adalah kekasih pertamanya. Sebab cinta pertamanya tidak pernah menjadi kekasihnya. Cinta pertamanya hanyalah cinta yang diam-diam ia rawat hingga akhirnya layu oleh waktu.
Kekasih pertamanya yang memberikannya sekotak senja. Membungkusnya dengan kata-kata cantik. Merangkainya dengan syair-syair indah. Senja untuk Andini. Senja yang lebih cerah menghias langit ibukota. Senja yang lebih tabah mengawasi hiruk pikuk kemacetan jalanan ibu kota.
Saat senja merunduk menyapa isi ruang berisi wajah-wajah lelah melalui celah jendela, satu persatu manusia mulai mengemas barang. Bergegas melangkah meninggalkan kubikel masing-masing. Sementra Andini justru terpaku pada kubikelnya yang menghadap kaca, menghamparkan langit dengan semburat senja. Andini akan dengan sabar menunggui senja hingga tenggelam, menyaksikan langit berganti gelap. Begitu setiap hari. Semenjak ia mendapatkan sekotak senja dari kekasih pertamanya.

‘Senja hanyalah cara waktu menguji, seberapa tabah engkau mencintai.’*

Mungkin. Tabah dalam mencintai pertemuan, perpisahan, dan juga kehilangan. Andini tahu benar bahwa ia harus mulai tabah perihal mencintai perpisahan sekaligus kehilangan. Senja mengajarinya menampung air mata yang rela jatuh demi  seseorang yang dicintainya.

‘Jatuh cintalah seperti air mata, yang rela jatuh demi seseorang yang dicintainya.’*

Andini mencintai kekasih pertamanya melebihi ia mencintai cinta pertamanya. Ia lebih mengagumi kekasih pertamanya melebihi ia mengagumi senja-senja yang selama ini menemaninya. Ada ciuman pertama yang membekas. Dekapan yang selalu hangat. Hanya milik kekasih pertamanya. Bukan milik cinta pertamanya.
Kata orang, cinta pertama adalah yang paling membekas dan sulit dilupakan, tetapi tidak untuk Andini. Baginya, yang paling membekas dan sulit dilupakan adalah kekasih pertamanya.
Seperti saat ini. Ia rela menunggu, sabar menanti hingga senja berganti, hingga senja meredup. Hingga ia telah kenyang perihal menunggu. Telinganya telah kebal dengan kata sabar. Dan hatinya mulai beku tentang arti pengertian.
Nyatanya kekasih pertamanya sudah tak menginginkannya lagi. Nyatanya Andini harus belajar mengerti bahwa ia bukan lagi yang diinginkan oleh kekasih pertamanya. Andini sadar. Ia tahu itu. Tetapi ia keras kepala. Ia tetap mengerti dan mematuhi kekasih pertamanya untuk tetap sabar dan menunggu. Berharap kekasih pertamanya mencintainya lagi seperti di awal. Meski Andini tahu bahwa kekasih pertamanya tak akan lagi menemuinya.
Senja sudah beranjak dan pulang. Sementara Andini masih sabar menunggu di sini. Di balik kubikel yang menghamparkan langit hitam dan jalanan ibukota yang mulai lengang. Malam mulai merayap. Tak ada lagi senja, apalagi kekasih pertamanya.
Entah pada senja keberapa akhirnya Andini bangkit. Memutuskan meninggalkan tempat itu. Meninggalkan senja yang katanya tengah menguji ketabahannya dalam mencintai. Nyatanya senja juga tengah menguji ketabahannya perihal kehilangan. Ia harus tabah mencintai kehilangan. Mungkin semua hanyalah cara kekasih pertamanya menghindar dari cinta yang rumit dan merepotkan.
Andini tahu, ia bukan sedang diuji, tetapi ia sedang ditinggalkan.
Bukan persoal waktu yang kembali melayukan cintanya, tetapi kekasih pertamanyalah yang ingin mengajarinya hal baru. Perihal perpisahan dan kehilangan.
‘Nikmatilah kehilangan ini, sayang. Ceritakan pada senja yang menguji ketabahanmu dalam mencintai. Sebab senja pula yang menguji ketabahanmu perihal kehilangan.’ Ada seseuatu yang berbisik, mengantarkan Andini meninggalkan ruangan berisi kubikel kosong di lantai limabelas.



@fetihabsari
*kutipan dari kumpulan cerpen ‘Cerita Buat Para Kekasih’ – Agus Noor

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates