Kamis, 17 Juli 2014

Rindu ini belum selesai, atau bisa jadi rindu ini tak akan pernah selesai. Entah sudah hujan keberapa rindu ini mengais. Pada senja yang juga tak pernah bosan menampilkan kembali kenangan, ada rindu-rindu yang semakin membuncah. Desir angin menemani tawa getir di tiap rindu yang hanya akan selalu tersimpan rapi pada tempatnya. Sendiri ia belajar mandiri, merawat luka yang inginkan temu. Memupuk angan yang menanti gamang.

***

Setelah hujan menguap dan tanah basah kemarin menjadi kering, pria itu benar-benar pergi, menghilang, dan entah apakah ia akan kembali atau tidak. Langit cerah, berwarna biru dengan awan putih bersih yang bergumul. Tak ada mendung apalagi pekat muram. Tak ada sedikit pun pertanda bahwa akan turun hujan. Apalagi pertanda bahwa pria itu akan (segera) kembali.

Sedangkan gadis itu, gadis itu masih terus selalu kembali. Berdiri di depan sebuah gedung kesenian. Kadang ia duduk di bawah rindangnya pohon mahoni. Dan terkadang ia berdiri di depan sebuah warung sederhana beratap usang. Dengan tatapan yang tak pernah lepas dari langit. Melekat, lalu menyatu. Keduanya terletak di depan gedung kesenian itu. Dan keduanya pula adalah tempat ia dan pria itu menghabiskan senja ketika hujan turun. Tempat berbagi cerita melalui diam dan dekap dalam hujan yang tumpah.

Gadis itu tak pernah lelah untuk kembali ke tempat itu. Entah apa yang ia pikirkan. Entah apa yang ia tunggu. Pria itu? Pria hujannya? Ternyata cinta telah membuatnya bertahan sebegitu keras. Tak peduli sudah hujan keberapa ia berdiri kokoh menanti, pria hujannya tak kunjung kembali. Entah pada senja yang keberapa gadis itu akan mulai lelah dan berhenti. Berhenti bertahan untuk cinta yang tak kembali.

Cinta adalah kuatmu dalam bertahan. Tetapi jika bertahanmu tidak dihargai, lepaskanlah.

Namun gadis itu belum berhenti. Gadis itu belum menganggap bahwa bertahannya tidak dihargai. Ia yakin, hati kecilnya berkata bahwa pria hujannya akan kembali pulang. Ia percaya bahwa pria hujannya butuh tempat untuk pulang.

Seperti apa pun keadaannya, setiap orang pasti ingin pulang. Ingin kembali pada suatu keadaan yang membuatnya seperti tanpa beban. Dan, gadis itu yakin, selalu yakin, bahwa prianya pun butuh pulang. Kembali pada keadaan yang bisa disebut sebagai tempat untuk pulang. Meletakkan beban dan melepas segala peluh.

Gadis itu yakin bahwa prianya akan kembali. Pulang ke dalam hatinya. Entah ia akan menunggu sampai kapan. Mungkin sampai langit senja tak akan pernah lagi menampakkan jingganya. Atau bahkan sampai senja selesai dan tak akan pernah hadir lagi.

"Entah, aku yang terlalu bodoh, atau kamu yang terlalu hebat memupuk rasa cintaku yang setiap detik semakin rindang. Hanya untukmu."

"Aku biarkan kamu pergi hingga senja datang, berharap kamu tak lupa tempatmu pulang. Aku." Gadis itu berucap pada langit yang mulai menyiratkan jingga berbalut abu-abu.

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates