Sebuah Dialog Absurd Perihal Rindu
Masihkah
kau akan menikmati tiap jengkal rindu,
meski kau tahu rasanya bungkam demi
rindu itu menyesakkan?
Diam
itu cara terbaik untuk menahan rindu.
Biarkan dia mengebu-gebu sampai akhirnya
membawamu bertemu.
Tenanglah.
Secangkir air berwana coklat itu meredakan sedikit rindumu.
Aromanya harus
persis bau rambutmu ketika basah.
Jika
aroma air berwarna coklat itu adalah wangi rambut basahku,
lalu apa yang akan
kau tinggalkan agar aku pun dapat merindumu?
Sejak
hujan sore itu.
Sepasang kekasih mengajarkan.
Disebelah.
Menunggu adalah hal
terindah bila dilalu bersama.
Itu rinduku.
Jika
nyatanya kau menunggu rintik hujan di bawah senja bersama dengan 'dia' yang
bukan kau rindukan, adakah rindu yg terkhianat?
Jika
rindu kita berkhianat, biarlah,
mungkin waktu ingin membagi kita.
Mereka
bersama, namun di sana.
Kau
harus percaya bahwa selalu ada rindu ditiap hembusan nafasku,
menunggumu hingga
tiba saat kita akan saling membagi rindu.
Terlalu
dingin.
Rindu yang kau berikan terlalu dingin.
Aku, takut...
Aku takut tak bisa
merasakan sesuatu darimu lagi.
Kau
takut akan rinduku?
Lalu, untuk apa rindu yang selama ini dengan sabar kutabung untukmu?
Adakah rindu yang sia-sia?
Jangan
terlalu dingin.
Sebab, yang dingin sangat cepat bila dihabiskan.
Sedikit hangat
tak apa, tak'kan sia-sia.
Bukankah
akan selalu ada kamu yang siaga menyediakan peluk dan kecup untuk menghangatkan
rindu yang hampir beku ini?
sebuah dialog absurd
perihal rindu dalam linimasa
with @kitinggian
November, 2013
@fetihabsari