Aku ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat
diucapkan, dan isyarat yang tak sempat disampaikan.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Tanpa sebab dan karena.
"Haii, Arman!!" sapa
seorang gadis manis berkulit putih dengan rambut panjang berwarna hitam yang
tergerai lurus. Ia memiliki manik mata yang indah. Senyumnya mampu membuat
siapa pun yang melihatnya langsung jatuh hati padanya. "Apa kabar
kleponku?" pertanyaannya itu yang selalu menyadarkan dari lamunan
kekagumanku padanya. Padahal, sudah setiap hari aku mengaguminya, namun setiap
hari pula aku selalu tak sadarkan diri jika melihatnya tepat dihadapanku.
"Oh, kleponmu baik-baik saja.
Ini, sepuluh biji sudah kusiapkan khusus untukmu," kataku sembari
menyodorkan kantong plastik berwarna putih yang berisi sepuluh biji klepon berwarna
hijau lengkap dengan parutan kelapanya.
Gadis itu pun menerima kantong
plastik yang kujulurkan untuknya. Ia menukarnya dengan uang lima ribu rupiah.
Kemudian ia duduk tepat di sebelahku. Di bawah pohon beringin rindang dan sejuk.
Hal itulah yang selalu ia lakukan di taman ini. Dengan anteng ia menatap langit
menikmati senja yang mulai matang menguning. Sambil sesekali masukkan
klepon-klepon itu ke dalam mulutnya yang imut.
Tak ada kata maupun isyarat lain.
Tak ada percakapan yang terjadi di antara kami. Ia seolah terhipnotis oleh
senja yang selalu dikaguminya itu. Sedangkan aku, tak berani berkata. Hanya
mampu memandangi senja sambil sesekali meliriknya diam-diam.
Sungguh perpaduan karya Tuhan yang
sempurna. Kamu dan senja. Dan juga klepon yang tak pernah ketinggalan
menemanimu. Gadis itu, Anila namanya. Nama yang cantik, secantik sang empunya
nama.
Anila suka senja. Entah apa yang
menjadi alasannya. Ia hanya pernah berkata, 'aku
suka senja, hanya sesederhana itu,' katanya, ketika aku memberanikan diri
untuk mengajaknya bicara.
Dan, kalian tahu apa alasan lain ia selalu datang ke sini
selain untuk menikmati senja? Yang jelas bukan aku, melainkan adalah klepon
daganganku.
Ia sudah hapal, sisi taman mana
yang harus didatangi untuk mendapatkan sepuluh biji klepon hijau dengan parutan
kelapa yang banyak. Pernah suatu ketika kuberanikan diri lagi untuk bertanya
padanya. 'Kenapa suka klepon? Kan banyak
kue yang tidak kalah enak selain klepon.'.
'Aku suka klepon,
hanya sesederhana itu,’ jawabnya.
Lagi-lagi hanya sesederhana itu pun jawaban yang selalu kudapatkan darinya.
Tak penting apa yang menjadi
alasannya. Yang terpenting bahwa aku bisa duduk bersamanya, menikmati senja di
bawah pohon beringin tua yang menjadi saksi atas apa yang tengah terpendam. Dan,
tampaknya aku harus berterimakasih kepada ibu yang telah membuat klepon terenak
itu.
Setelah prosesi sakralnya tiap sore
itu selesai. Jingga telah menghitam, klepon di dalam plastiknya hanya tersisa
beberapa biji, kemudian ia bangkit dan pamit padaku. Aku hanya bisa mengangguk
dan tersenyum. Mengikuti langkahnya hingga bayangan indah itu masuk ke sebuah
mobil BMW berwarna silver. Kemudian, tatapanku menjadi kosong dan nanar.
Aku telah jatuh cinta padanya. Tak perlu
ia tahu. Cukup hati ini saja yang menikmati tiap jengkal bahagia dan luka. Aku ingin
mencintainya dengan sederhana. Sesederhana keadaan yang telah membentangkan
tembok pemisah antara budak dan ratu.
Dengan kata yang tak mampu
diucapkan dan isyarat yang tak sempat disampaikan, aku mencintainya. Mencintai Anila
tanpa sebab dan karena. Sesederhana itu pulalah aku mencintainya.
@fetihabsari
Inspiring by 'Aku Ingin' - Sapardi Djoko Damono