April Mop
Angin tengah berbisik
tentang kerinduan, senja kini tengah tersenyum menampakkan sinar jingga yang
menembus kulit memberi kehangatan. Kicauan burung gereja yang menari kesana-kemari terasa bagai nyanyian
kedamaian. Hijau sepanjang mata memandang dan sejuk terasa di jiwa.
Reno terlampau menikmati
suasana senja kali ini di sebuah kafe yang terletak di dalam kawasan taman
kota. Reno sengaja memilih duduk di bagian luar kafe yang terbuka. Menghirup langsung
udara sejuk dan menikmati pemandangan yang terhampar di sepanjang taman.
Tiba-tiba pandangannya
tertuju ke arah sepasang
anak kecil yang sedang menikmati es krim mereka masing-masing dan pada
tangan yang terbebas mereka saling bergandengan tangan. Terlukis gurat ceria di
wajah keduanya. Refleks, lengkungan senyum pun tercetak di bibir Reno.
Pemandangan itu
mengingatkannya pada gadis kecil dengan
rambut yang dikuncir dua. Ketika itu si gadis sedang menangis di
bawah pohon rindang taman kompleks.
“Kamu
kenapa?” Reno menghentikan sepedanya di depan gadis kecil itu.
Bukan
jawaban yang Reno
dapat, justru tangisan gadis kecil itu semakin pecah. Ia kebingungan. Reno kecil tidak
mengerti apa-apa, tapi ia
enggan
meninggalkan gadis kecil ini menangis sendirian. Reno mendekatinya dan tanpa
sengaja menginjak es krim cone yang sudah menyatu
dengan tanah.
Kini Reno mengerti
penyebab gadis kecil itu
menangis. Tanpa pikir panjang Reno langsung mengayuh sepedanya meninggalkan
gadis kecil itu. Beberapa menit kemudian, Reno kecil kembali dengan membawa
sebuah es krim strobery,
persis seperti yang diinjaknya tadi.
“Ini buat kamu,” kata Reno
seraya menjulurkan es krim.
Perlahan gadis
kecil itu menengadahkan wajahnya sehingga dapat terlihat oleh Reno. “Jangan menangis lagi. Ini pengganti es krim kamu yang jatuh tadi.”
Gadis kecil itu menyeka
air matanya. Ia mengambil es krim yang terjulur dari tangan Reno, “Terima kasih,” ucap gadis itu dengan lengkungan
senyum yang teramat manis, meski masih terlihat sembab di matanya dan lembab di
pipinya.
Melihat senyuman gadis
kecil itu, hati Reno terenyuh. Senyuman itu seolah menyentuh jauh ke lubuk
hatinya yang terdalam. Ia pun tersenyum melihat gadis itu menikmati es krim strobery-nya.
Merasa diperhatikan,
gadis kecil itu menghentikan aktifitasnya menikmati es krim, “Kamu, kok, nggak makan es krim juga?”
Reno hanya menggeleng.
“Kenapa?”
“Uang aku cuma cukup
beli satu buat kamu.”
Kini gadis kecil itu
menjulurkan es krim ke hadapan Reno. “Kita makan berdua, ya?”
Reno menggeleng lagi.
“Buat kamu saja,
aku nggak suka es krim strobery.”
“Kamu nggak suka, tapi
kok kamu beli buat aku?”
“Biar kamu nggak nangis
lagi.”
“Kamu baik banget, sih? Terima kasih, ya,” gadis kecil itu tersenyum.
“Namaku Lili, kamu siapa?”
“Aku Reno!”
Sejak pertemuan di
taman itu, mereka berdua saling bersahabat. Lili merasa aman selama ada Reno di
sampingnya. Reno pun sangat senang bisa melindungi Lili.
Persahabatan mereka
berlangsung hingga detik ini. Telah banyak kisah yang mereka lalui bersama.
Canda, tawa, serta cinta yang terikat status persahabatan. Hingga pada akhirnya hal tersebutlah yang selama ini
terkurung dalam status persahabatan dan kini telah meronta untuk terbebas lepas. Reno pun terhanyut oleh waktu dan keadaan
yang membuat rasa cintanya meminta lebih.
Tujuh belas tahun sudah lamanya
persahabatan mereka. Dan selama itu pula Reno menahan perasaannya. Rasa yang
ingin terungkap namun enggan terucap hanya karena satu alasan: takut akan kehilangan.
Dan bagi Reno, mungkin
kini saat yang tepat untuk mengungkapkan segalanya. Bertepatan dengan anniversary sweet seventeen persahabatan
mereka – dan juga April Mop.
***
“Hai!” Lili mengagetkan
Reno dari lamunan. “Bengong saja.”
Oh,
damn, Lili cantik sekali sore
ini!
gumam
Reno dalam hati saat melihat Lili di depannya. Malam ini, Lili tampak anggun
walaupun hanya dengan mengenakan T-shirt
yang dibalut jaket jeans. Ah, cinta, apa pun bisa berubah tampak indah bagi
yang memandangnya.
“Jadi, kenapa tiba-tiba
kamu mentraktir
makan di kafe yang suasananya, hmm ...” Lili melihat seluruh penjuru kafe sambil menikmati
live musiknya. “.... romantis dan
cukup mewah ini? Kamu nggak habis menang lotere kan? Hahaaa ..” Lili tertawa.
Sebuah tawa yang benar-benar membuat luluh hati Reno.
“Aku nggak menang
lotere, kok. Kamu enggak tahu kalau aku yang punya kafe ini? Jadi wajar, donk,
kalau aku traktir di kafeku sendiri, hee..” Reno terkekeh.
“Waw! Kamu serius?
Perasaan selama kita bersahabat, kamu enggak pernah cerita punya kafe yang se-cozy ini,” Lili tampak jelas tidak
percaya.
“April Mop!” Kata Reno sambil tersenyum dan
merentangkan tangannya.
“Hahaa menyebalkan,”
Lili pun merengut mendengar candaan dan lidah yang terjulur dari Reno.
Yes,
aku berhasil mengerjai Lili! Reno pun berbangga
diri dalam hati. Sebenarnya dia meyakinkan diri melakukan cara itu jika ditolak
nanti.
Kemudian, mereka pun memesan makanan lalu
menyantapnya sambil dipenuhi canda tawa, meski terkadang candaan tersebut garing. Ada saja yang
mereka bicarakan dari masalah kuliah, komunitas, hingga masalah cinta. Untuk
masalah cinta, mereka berdua sangat antusias membahas masalah tersebut.
Membicarakan gebetan –yang sialnya– mereka saling tidak jujur mengungkapkan
identitas gebetan masing-masing. Reno mengaku sangat mencintai Vina, kakak
tingkatnya di Fakultas Teknik. Adapun Lili mendeklarasikan diri mengagumi Iman,
tetangga sekaligus teman seangkatan di SMA. Padahal jauh dari lubuk hati
terdalam, mereka saling mencintai satu sama lain. Persahabatan yang telah
terjalin indah sejak kecil mengungkung diri mereka untuk saling jujur. Tidak
ada yang mau berani keluar dari zona nyaman hanya untuk sekedar saling terbuka
akan perasaan masing-masing. Persahabatan dan cinta adalah dua sisi berlainan
dan tak dapat disatukan, begitu pemikiran mereka.
Tapi hari ini, Reno
berpikiran lain. Sudah cukup persahabatan mereka. Reno ingin lebih, menjadi kekasih Dina. Dan ia
ikrarkan diri untuk menyatakan perasaannya malam ini. Ia ingin menembak Lili
dengan cara elegan, yakni memanfaatkan momentum April Mop. Jadi, jika Reno
mesti menelan pahitnya ditolak, ia masih bisa tetap tersenyum karena akan mengatakan,
“April Mop!”
“Tadi pagi kamu bilang
ingin membicarakan masalah serius. Jadi masalah serius apa sampai-sampai sampai
mesti ngobrol di kafe yang suasananya romantis seperti ini?” tanya Lili.
“Aku suka sama kamu Li!” ucap Reno dengan tegas dan tanpa basa-basi.
“Aku juga suka sama
kamu!” balas
Lili dengan mudahnya.
“Kamu serius, Li??” pekik Reno dengan ekspresi bahagia.
“Iya. Aku suka sama kamu! Kalo aku nggak
suka sama kamu, aku nggak akan mau jadi sahabat kamu kan?!” jelas Lili.
Raut bahagia di wajah Reno
seketika
lenyap seolah tersapu oleh badai yang baru saja meluluhlantakkan perasaannya.
“Jadi, maksud kamu suka
sebagai sahabat,
Li?”
Lili mengangguk.
“Li ...” wajah Reno berubah menjadi
serius, matanya tajam menatap ke arah mata sahabatnya itu. “Aku sayang dan suka sama kamu lebih
dari sahabat.
Aku
telah jatuh cinta sama kamu,
Li!!”
Lili tersenyum dan
menggenggam kedua tangan Reno yang membeku di atas meja.
“Maaf, Ren, aku nggak bisa terima kamu
lebih dari seorang sahabat!” ucap
Lili dengan senyum tanpa penyesalan.
“April Mop!!!” kata Reno sambil tersenyum dan
merentangkan tangannya.
Namun senyumnya kali ini adalah senyum palsu untuk menutupi pahitnya ditolak
oleh sahabatnya sendiri. “Hahaa aku cuma bercanda, kok! Aku sedang latihan
untuk menyatakan perasaanku pada Vina.”
Tiba-tiba air muka Lili berubah. Tampak kekecawaan menggelayuti dirinya.
Tanpa disadari Lili, sebulir air mata jatuh dari pelupuk matanya. Hal ini
disadari oleh Reno.
“Kamu kenapa?” tanya Reno bingung.
“Aku kira kamu sungguh-sungguh menyatakan perasaanmu padaku. Tadi aku
ingin lihat kesungguhan itu dari dirimu. Tapi kenyatannya? Ah sudahlah mungkin
aku yang berlebihan dalam berharap bahwa persahabatan kita bisa berubah menjadi
rasa cinta dan saling memiliki sebagai kekasih,” tumpah semua segala rasa yang
selama ini tersimpan di hati Lili.
Reno pun hanya bisa diam. Mukanya pun berubah menjadi pias. Dia pun
hanya bisa merutuki kesalahan yang telah diperbuatnya tanpa tahu harus
melakukan apa.
Tiba-tiba band kafe menyanyikan lagu A Thousand Year milik Christina
Perri.
And all along I believed I would find you
Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I love you for a thousand more
“Lagu ini, kami persembahkan untuk Reno yang sore kali ini akan menyatakan
perasaannya kepada Lili,” kata sang vokalis kafe disela lagu sambil diiringi
riuh tepuk tangan pengunjung kafe lainnya. “Teruntuk Lili, Reno sangat
mencintaimu. Please, enjoy this song!”
Sebenarnya lagu ini ingin dipersembahkan Reno jika ia diterima oleh
Lili. Namun tampaknya band kafe itu tidak membaca situasi yang terjadi. Karena
mendengar lagu itu ditambah semangat dari para pengunjung, tiba-tiba Reno
beranjak dari tempat duduknya dan menuju panggung. Berbincang sebentar dengan
sang vokalis, lalu ia mengambil mic.
“Untuk Lili, sahabatku
dari kecil. Tak ada lagi yang ingin kututup-tutupi saat ini. Tak ada lagi
kebohongan untuk saling menutupi perasaan masing-masing. Aku ingin jujur bahwa aku
sangat mencintaimu, Lili? Maukah kau menjadi kekasihku?” tanya Reno dengan
kesungguhan.
Lili tak bisa
berkata-kata lagi, selain memberikan anggukan sebagai jawabannya.
Jakarta dan Bogor, 29 Mei 2013
Feti Habsari dan Haqi Zou Fadillah
#ALoveGiveaway