Sabtu, 16 Februari 2013

aku mencintai senja
selalu rindu dengan jingganya
langit keabu-abuan yang damai

ketika kita berebut senja yang sama
berdebat tentang kenangan di balik senja
menjadikan senja sebagai pelarian
atas sepi dan luka yang sama

senja mempertemukan kita
aku menanti malam
dan kamu menanti mentari
lalu di persimpangan kita bertemu

ya,, senja
senja yang kata mu anggun
tenang dan mendamaikan
dan,,
senja yang kata ku sepi
tak memberi nyawa pada kenangan pahit

lalu kamu bertanya
kenapa aku masih disini menatap senja?
karna aku masih rindu pada senja!

"Langit!" Ujarnya sembari menjulurkan tangannya.

"Senja!" Balasku tanpa menatapnya dan mengacuhkan uluran tangannya itu. Aku tetap asyik melukis senja.

"Senja? Nama kamu senja? Tapi kenapa kamu bilang senja sepi dan tak bernyawa!"

"Ya mungkin karna aku seperti itu!" Lagi-lagi jawaban ku yang acuh.

"Nggak suka senja tapi kok ngelukis senja!"

"Siapa bilang aku nggak suka senja! Maaf,, aku cuma lagi pengen sendiri disini!"

"Senja nggak pernah sendiri kan? Dia punya lagit yang menyediakan hamparan luas untuk melindunginya!"

Seketika tangan ku berhenti menggores di atas kertas. Kini aku menatapnya. Menatap wajahnya meminta penjelasan.

Bukan jawaban yang keluar dari mulutnya yang berwarna merah sehat itu. 'Seperti nya langit nggak ngerokok'. Hanya lengkungan senyum yang mencetak lesung pipi itu yang ku dapatkan.

Kemudian langit berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan ucapannya yang mengambang itu.

Kini aku sendiri. Menatap senja lebih dalam dan berusaha mencari kedamaian di dalamnya. Bukan lagi sepi dan tak bernyawa untuk kenangan pahit.

Lalu tatapanku menatap luas pada langit keabu-abuan yang melindungi jingga....

Langit dan Senja adalah sepasang


.....bersambung....mungkin!

terinspirasi dari KEUMALA
@fetihabsari

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates