-Pria Fiksi-
Disudut ruangan Dita menempati
sebuah meja dengan sepasang bangku. Ia duduk dengan manis di salah satu bangkunya.
Dan es krim coklat vanila bertabur chocochip, biskuit dan almond favoritnya
yang kini kini telah tersedia di meja. Melalui kaca yang membatasinya dengan
dunia luar, ia memandangi cakrawala dengan semburat jingga.
Jingga? Senja? Selalu menarik untuk
dinikmati. Selalu bercerita tanpa kata. Aah senja selalu mengingatkanku pada
kenangan. Batinnya
berkata sembari menerawang jauh kebatas senja.
Terhanyut dalam lamunan yang tak
mengenal waktu dan tempat. Dita selalu menikmati dunia khayalannya sendiri
tanpa menyadari dunia nyata yang sedang berlangsung di sekitarnya.
"Haaii jeleek!!" Suara berat
itu langsung menyadarkan dari dunia khayalan yang sedang di mainkannya itu.
Pria itu langsung menempati kursi
di depan kosong yang ada di depannya. Pria yang kini tengah duduk itu
bernama Eros, Eros adalah sahabat Dita.
Sahabat?
Ya Dita dan Eros saat ini adalah sahabat.
Meskipun sebelumnya mereka harus melewati sekelumit perang dengan hati dan
perasaan masing-masing. Entah perang
apa. Perang perasaan mungkin. Rasa tentang cinta yang seharusnya tidak boleh
ada.
Cinta seorang kekasih? Atau ambisi memiliki?. Entahlah.
Awalnya mereka hanya berteman
biasa. Kemudian Dita mulai nyaman curhat dengan Eros dan begitupun sebaliknya.
Mungkin benar, waktu akan membuat kita terbiasa oleh keadaan. Hingga akhirnya
mereka terhanyut arus tanpa tau apa sebenarnya yang terjadi. Dan tersadar oleh perasaan
masing-masing. Dita tahu Eros memiliki rasa yang lebih terhadapnya dan begitu
pula sebaliknya. Hingga akhirnya Eros memberi kepastian.
“Aku tahu, kita sama-sama tahu.
Maaf jika selama ini aku seperti menggantungmu tanpa kepastian. Aku hanya ingin
lebih banyak menambah teman. Dan masa lalu ku yang menahanku untuk mencintai
seseorang lebih dari sahabat. Kamu adalah sahabat terbaikku!” jelas Eros pada
malam itu.
Dita mengerti, Erod masih terjebak
dalam masa lalunya yang penuh kenangan. Ia pun dikit slega atas kepastian yang
di berikan oleh Eros meski ada rasa sedikit kecewa. Sejak detik itu Dita
berusaha menghapus semua rasa cinta atau ambisi yang berlebihan itu. Hingga
yang tersisa kini rasa cinta dan sayang untuk seorang sahabat.
"Eeh kok bengong? Tuh es krim
udah cair!" Eros membuyarkan kembali lamunan Dita dengan membelai lembut
kepalanya.
"Ooh iya , kamu nggak
pesen?"
"Pesen? Udah dari tadi kok, tuh
dateng pesenanku," jelas Eros sambil menunjuk ke arah pelayan yang membawa
es krim coklat berlumur saus colat bertabur chocochip dan wafer. Dan es krim
itu kini telah mendarat dengan cantik di meja yang ada di hadapan Eros.
"Makanya kalo mengkhayal itu
inget tempat dong! Aku di sini dari tadi di cuekin aja!" protes Eros lagi.
"Sory Erooss jeleek!"
Dita dan Eros kini sedang berada di
kedai es krim. Mereka sangat menyukai es krim dan coklat karena itu mereka
sering ke kedai ini. Alasan lain mereka sering ke tempat ini karena kedai ini
sering memutar lagu-lagu yang mereka suka.
"Senja-nya indah ya!"
Ucap Dita tanpa mengalihkan pandangannya dari langit senja.
"Masih mikirin senja-mu?"
"Senja-ku? Nggak kok. Cuma
lagi mengagumi karya Tuhan aja!" sangkal-nya. "Lelah sudah aku
menantinya, ia hanyalah pria fiksi dalam bagian hidupku!" lanjutnya nanar.
"Pria fiksi?" Ada nada
meminta penjelasan dalam pertanyaan Eros.
"Ya pria fiksi yang turut
hadir ketika aku terbangun dari khayalanku!" Pandangannya kembali tertuju
pada semburat jingga yang sebentar lagi tenggelam. Potongan kata demi kata itu
memenuhi kembali ruang di kepala Dita.
'Aku tak percaya pada kenangan, aku hanya percaya
pada senja-ku yaitu kamu!'
'Boleh kah aku mengisi ruang di hatimu?'
'Aku menyayangimu dengan segala kesederhanaanmu'
'Maaf, aku hanyalah pengecut yang tak tahu cara
menghargai senja-ku'
Ya kata-kata itu yang selalu
menggagu pikirannya. Semakin ingin Dita menghapusnya, semakin jelas pula kata-kata
itu terukir dalam pikirannya. Lelah sudah Dita mengharap kepastian dari setiap
untaian kata yang pria fiksi itu rangkai untuknya. Kini dia adalah bagian
kenangan dalam senja.
"Kenapa kamu menganggapnya
seperti itu? Kamu nyaman kan dengan pria fiksi mu itu? Apa kamu mulai merasa
akan kehilangan dia?" Pertanyaan Eros seakan menohok ulu hatinya.
Kehilangan? Mungkin Eros benar Dita
takut kehilangan pria fiksi-nya. Ia takut tak ada lagi kata-katanya yang
membelai lembut perasaannya. Namun lagi-lagi Dita harus bangun dari dunia khayalannya.
Ia hanyalah fiksi baginya.
"Kehilangan? Mungkin. Tapi
saat ini aku tak ingin lagi berharap pada kekosongan. Aku tidak suka dengan
ketidakpastian, aku ingin hidup dalam kepastian! Aku memang nyaman dengannya,
tapi itu semua hanya karena untaian kata yang ia rangkai untukku! Kini ia
hanyalah sepotong kenangan dalam senjaku saja!" Seolah ada rasa tak rela
dalam hatinya ketika ia mengucapkan itu
semua.
Diujung senja mereka di pertemukan,
melalui untaian kata mereka dipersatukan. Dita dan pria fiksi itu. Kala senja beranjak
ke peraduannya, pria fiksi menyapanya melalui puisi yang mampu mengusik sudut relung hati seoarang
perempuan. Terlalu sering pria fiksi itu merangkai kata indah untuknya. Dan
perlahan hati Dita pun mulai luluh lantak karenanya.
Jiwanya bagai melayang di atas awan
ketika ia memberi janji dalam tiap untaian kata yang terukir. Namun jiwanya juga
runtuh ketika pria fiksi itu meninggalkan janjinya begitu saja. Meninggalkan
jingganya di keheningan malam tanpa cahaya.
Kini Dita tengah terombang ambing
dalam rapuhnya harapan. Tergenang dalam kenangan yang menyesakkan jiwa. Dita
tak seharusnya sehancur ini. Karena pria fiksi itu tidaklah nyata dalam
hidupnya. Pria fiksi itu hanya hadir melalui rangkaian puisi yang sengaja
diukir untuknya. Tak pernah ada sapaan suara atau pun tatapan mata.
"Terus kamu maunya
gimana?" Seakan ada nada janggal dibalik pertanyaan Eros.
"Aku mau melupakannya! Aku
ingin mengubur segala kenangan tentangnya!" pekiknya tegas.
Melupakan seperti ketika Dita harus
mengubur segala rasa untuk Eros. Rasa yang semakin lama semakin kuat dan
menyiksa. Dita tersiksa ketika rindu menelusuk dalam jiwanya, namun tak bisa terucap.
Hampa terasa ketika Eros menghilang tanpa kabar. Hatinya terasa rapuh ketika
Eros tak mempedulikannya lagi. Dita kini terjebak dalam dua luka yang sama-sama
semu. Eros dan pria fiksi itu.
Tiba-tiba dering handphone Dita
berbunyi.
"Eroos maaf aku harus pergi..
Aku lupa kalau ada janji hari ini dengan editorku!"
"Oh oke, pergilah!"
"Bye Eros!" Dita
melambaikan tangannya dan melangkah pergi meninggalkan Eros sendirian.
Eros masih megikuti langkah
kepergiannya, memandang hingga bayangannya tak terlihat lagi. Kini ia menikmati
es krim ini sendiri. Sepi dan Dingin. Seperti hatinya ketika mendengar ucapan
wanita itu.
Eros membuka folder penggalan
puisinya. Puisi untuk senjanya yang tersembunyi.
"berharap
bertemu dalam nyata, bersatu merangkai puisi kehidupan, bersama menjalin rasa
yang mungkin sama”
"berawal
dari kata aku mengenal kehidupan dan perlahan melalui kata kau hadir dalam
hidupku”
"Aku tak percaya pada kenangan, aku hanya
percaya pada senja ku yaitu kamu!”
Ya, Eros-lah kenangan senja Dita.
Ialah yang tadi di sebut pria fiksi dan kini hanyalah sepotong kenangan dalam
senja Dita.
Maaf, jika aku hanya membuatmu seperti tergantung dalam kisah yang semu.
Aku hanya tak ingin kehilanganmu sebagai sahabat. Namun aku juga tak bisa
menahan rasa ini. Aku pun tak mengerti perasaan apa yang kini tengah aku
rasakan. Terlalu kuat! Terlalu Besar!-Jari
jemari Eros mulai menari di atas keyboard laptopnya.
Ia tersiksa oleh rasa yang ingin terungkap
namun tak mampu terucap. Ia tersiksa ketika rindu menelusuk dalam jiwa,
namun tak bisa terucap. Hampa terasa ketika tiada kabar darinya. Ia rapuh
ketika Dita mulai tak mempedulikannya lagi.
Mungkinkah aku mencintaimu lebih dari seorang sahabat? Mungkin aku
terlalu pengecut untuk mengungkapkan rasa ini! Aku hanya tak ingin kehilanganmu sebagai seorang
sahabat. Sahabat terbaikku! Karena bagiku, mantan kekasih pasti banyak namun mantan
sahabat seharusnya takkan pernah ada bukan?
Biarlah ku simpan rasa ini entah sampai kapan......
Eros mengetikkan kalimat
terakhirnya dan menutup laptop. Kini ia mulai menikmati tiap sendok es krim
yang masuk ke dalam mulutnya memberikan sensasi dingin seperti hatinya yang
kini sedang terasa dingin dan hampir beku.
~selesai~
@fetihabsari