Senin, 31 Desember 2012


Disudut ruangan Dita menempati sebuah meja dengan sepasang bangku. Ia duduk dengan manis di salah satu bangkunya. Dan es krim coklat vanila bertabur chocochip, biskuit dan almond favoritnya yang kini kini telah tersedia di meja. Melalui kaca yang membatasinya dengan dunia luar, ia memandangi cakrawala dengan semburat jingga.
Jingga? Senja? Selalu  menarik untuk dinikmati. Selalu bercerita tanpa kata. Aah senja selalu mengingatkanku pada kenangan. Batinnya berkata sembari menerawang jauh kebatas senja.
Terhanyut dalam lamunan yang tak mengenal waktu dan tempat. Dita selalu menikmati dunia khayalannya sendiri tanpa menyadari dunia nyata yang sedang berlangsung di sekitarnya.
"Haaii jeleek!!" Suara berat itu langsung menyadarkan dari dunia khayalan yang sedang di mainkannya itu.
Pria itu langsung menempati kursi di depan kosong yang ada di depannya. Pria  yang kini tengah duduk itu bernama Eros, Eros adalah sahabat Dita.
Sahabat?
Ya Dita dan Eros saat ini adalah sahabat. Meskipun sebelumnya mereka harus melewati sekelumit perang dengan hati dan perasaan masing-masing. Entah perang apa. Perang perasaan mungkin. Rasa tentang cinta yang seharusnya tidak boleh ada.
Cinta seorang kekasih? Atau ambisi memiliki?. Entahlah.
Awalnya mereka hanya berteman biasa. Kemudian Dita mulai nyaman curhat dengan Eros dan begitupun sebaliknya. Mungkin benar, waktu akan membuat kita terbiasa oleh keadaan. Hingga akhirnya mereka terhanyut arus tanpa tau apa sebenarnya yang terjadi. Dan tersadar oleh perasaan masing-masing. Dita tahu Eros memiliki rasa yang lebih terhadapnya dan begitu pula sebaliknya. Hingga akhirnya Eros memberi kepastian.
“Aku tahu, kita sama-sama tahu. Maaf jika selama ini aku seperti menggantungmu tanpa kepastian. Aku hanya ingin lebih banyak menambah teman. Dan masa lalu ku yang menahanku untuk mencintai seseorang lebih dari sahabat. Kamu adalah sahabat terbaikku!” jelas Eros pada malam itu.
Dita mengerti, Erod masih terjebak dalam masa lalunya yang penuh kenangan. Ia pun dikit slega atas kepastian yang di berikan oleh Eros meski ada rasa sedikit kecewa. Sejak detik itu Dita berusaha menghapus semua rasa cinta atau ambisi yang berlebihan itu. Hingga yang tersisa kini rasa cinta dan sayang untuk seorang sahabat.
"Eeh kok bengong? Tuh es krim udah cair!" Eros membuyarkan kembali lamunan Dita dengan membelai lembut kepalanya.
"Ooh iya , kamu nggak pesen?"
"Pesen? Udah dari tadi kok, tuh dateng pesenanku," jelas Eros sambil menunjuk ke arah pelayan yang membawa es krim coklat berlumur saus colat bertabur chocochip dan wafer. Dan es krim itu kini telah mendarat dengan cantik di meja yang ada di hadapan Eros.
"Makanya kalo mengkhayal itu inget tempat dong! Aku di sini dari tadi di cuekin aja!" protes Eros lagi.
"Sory Erooss jeleek!"
Dita dan Eros kini sedang berada di kedai es krim. Mereka sangat menyukai es krim dan coklat karena itu mereka sering ke kedai ini. Alasan lain mereka sering ke tempat ini karena kedai ini sering memutar lagu-lagu yang mereka suka.
"Senja-nya indah ya!" Ucap Dita tanpa mengalihkan pandangannya dari langit senja.
"Masih mikirin senja-mu?"
"Senja-ku? Nggak kok. Cuma lagi mengagumi karya Tuhan aja!" sangkal-nya. "Lelah sudah aku menantinya, ia hanyalah pria fiksi dalam bagian hidupku!" lanjutnya nanar.
"Pria fiksi?" Ada nada meminta penjelasan dalam pertanyaan Eros.
"Ya pria fiksi yang turut hadir ketika aku terbangun dari khayalanku!" Pandangannya kembali tertuju pada semburat jingga yang sebentar lagi tenggelam. Potongan kata demi kata itu memenuhi kembali ruang di kepala Dita.

'Aku tak percaya pada kenangan, aku hanya percaya pada senja-ku yaitu kamu!' 
'Boleh kah aku mengisi ruang di hatimu?'
'Aku menyayangimu dengan segala kesederhanaanmu'
'Maaf, aku hanyalah pengecut yang tak tahu cara menghargai senja-ku'
Ya kata-kata itu yang selalu menggagu pikirannya. Semakin ingin Dita menghapusnya, semakin jelas pula kata-kata itu terukir dalam pikirannya. Lelah sudah Dita mengharap kepastian dari setiap untaian kata yang pria fiksi itu rangkai untuknya. Kini dia adalah bagian kenangan dalam senja.
"Kenapa kamu menganggapnya seperti itu? Kamu nyaman kan dengan pria fiksi mu itu? Apa kamu mulai merasa akan kehilangan dia?" Pertanyaan Eros seakan menohok ulu hatinya.
Kehilangan? Mungkin Eros benar Dita takut kehilangan pria fiksi-nya. Ia takut tak ada lagi kata-katanya yang membelai lembut perasaannya. Namun lagi-lagi Dita harus bangun dari dunia khayalannya. Ia hanyalah fiksi baginya.
"Kehilangan? Mungkin. Tapi saat ini aku tak ingin lagi berharap pada kekosongan. Aku tidak suka dengan ketidakpastian, aku ingin hidup dalam kepastian! Aku memang nyaman dengannya, tapi itu semua hanya karena untaian kata yang ia rangkai untukku! Kini ia hanyalah sepotong kenangan dalam senjaku saja!" Seolah ada rasa tak rela dalam hatinya ketika  ia mengucapkan itu semua.
Diujung senja mereka di pertemukan, melalui untaian kata mereka dipersatukan. Dita dan pria fiksi itu. Kala senja beranjak ke peraduannya, pria fiksi menyapanya melalui puisi yang  mampu mengusik sudut relung hati seoarang perempuan. Terlalu sering pria fiksi itu merangkai kata indah untuknya. Dan perlahan hati Dita pun mulai luluh lantak karenanya.
Jiwanya bagai melayang di atas awan ketika ia memberi janji dalam tiap untaian kata yang terukir. Namun jiwanya juga runtuh ketika pria fiksi itu meninggalkan janjinya begitu saja. Meninggalkan jingganya di keheningan malam tanpa cahaya.
Kini Dita tengah terombang ambing dalam rapuhnya harapan. Tergenang dalam kenangan yang menyesakkan jiwa. Dita tak seharusnya sehancur ini. Karena pria fiksi itu tidaklah nyata dalam hidupnya. Pria fiksi itu hanya hadir melalui rangkaian puisi yang sengaja diukir untuknya. Tak pernah ada sapaan suara atau pun tatapan mata.
"Terus kamu maunya gimana?" Seakan ada nada janggal dibalik pertanyaan Eros.
"Aku mau melupakannya! Aku ingin mengubur segala kenangan tentangnya!" pekiknya tegas.
Melupakan seperti ketika Dita harus mengubur segala rasa untuk Eros. Rasa yang semakin lama semakin kuat dan menyiksa. Dita tersiksa ketika rindu menelusuk dalam jiwanya, namun tak bisa terucap. Hampa terasa ketika Eros menghilang tanpa kabar. Hatinya terasa rapuh ketika Eros tak mempedulikannya lagi. Dita kini terjebak dalam dua luka yang sama-sama semu. Eros dan pria fiksi itu.
Tiba-tiba dering handphone Dita berbunyi.
"Eroos maaf aku harus pergi.. Aku lupa kalau ada janji hari ini dengan editorku!"
"Oh oke, pergilah!"
"Bye Eros!" Dita melambaikan tangannya dan melangkah pergi meninggalkan Eros sendirian.
Eros masih megikuti langkah kepergiannya, memandang hingga bayangannya tak terlihat lagi. Kini ia menikmati es krim ini sendiri. Sepi dan Dingin. Seperti hatinya ketika mendengar ucapan wanita itu.
Eros membuka folder penggalan puisinya. Puisi untuk senjanya yang tersembunyi.
"berharap bertemu dalam nyata, bersatu merangkai puisi kehidupan, bersama menjalin rasa yang mungkin sama”
"berawal dari kata aku mengenal kehidupan dan perlahan melalui kata kau hadir dalam hidupku”
"Aku tak percaya pada kenangan, aku hanya percaya pada senja ku yaitu kamu!”
Ya, Eros-lah kenangan senja Dita. Ialah yang tadi di sebut pria fiksi dan kini hanyalah sepotong kenangan dalam senja Dita.
Maaf, jika aku hanya membuatmu seperti tergantung dalam kisah yang semu. Aku hanya tak ingin kehilanganmu sebagai sahabat. Namun aku juga tak bisa menahan rasa ini. Aku pun tak mengerti perasaan apa yang kini tengah aku rasakan. Terlalu kuat! Terlalu Besar!-Jari jemari Eros mulai menari di atas keyboard laptopnya.
Ia tersiksa oleh rasa yang ingin terungkap namun tak mampu terucap. Ia tersiksa ketika rindu menelusuk dalam jiwa, namun tak bisa terucap. Hampa terasa ketika tiada kabar darinya. Ia rapuh ketika Dita mulai tak mempedulikannya lagi.
Mungkinkah aku mencintaimu lebih dari seorang sahabat? Mungkin aku terlalu pengecut untuk mengungkapkan rasa ini! Aku hanya tak ingin kehilanganmu sebagai seorang sahabat. Sahabat terbaikku! Karena bagiku, mantan kekasih pasti banyak namun mantan sahabat seharusnya takkan pernah ada bukan?
Biarlah ku simpan rasa ini entah sampai kapan......
Eros mengetikkan kalimat terakhirnya dan menutup laptop. Kini ia mulai menikmati tiap sendok es krim yang masuk ke dalam mulutnya memberikan sensasi dingin seperti hatinya yang kini sedang terasa dingin dan hampir beku.


~selesai~
@fetihabsari

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates