Kamis, 18 Februari 2016


Pic by I Jakarta


Amba
Sebuah novel
karya Laksmi Pamuntjak
496 halaman
Oktober 2012
Gramedia Pustaka



Amba adalah anak sulung seorang guru di Kadipura, Jawa Tengah. Ambaa memiliki dua orang adik kembar yang kecantikannya tak ada yang menandingi. Ambika dan Ambalika. Amba meninggalkan kota kecilnya, belajar sastra Inggris di UGM dan bertunangan dengan Salwa Munir, seorang dosen ilmu pendidikan yang mencintainya. Salwa yang teramat mencintainya sekaligus mencintai keluarga Amba.

Pada suatu hari di Kediri, Amba bertemu dengan Bhisma Rashad, seorang dokter muda lulusan Universitas Leipzig yang bekerja di sebuah rumah sakit tempat Amba bekerja sebagai penerjemah. Amba dibuat luluh lantak oleh seorang Bhisma. 

Sejak pertemuan pertama mereka, terjalinlah kisaah percintaan terlarang ini tanpa ada seorang pun yang tahu. Percintaan mereka yang intens terputus mendadak di tahun 1965, di tengah ketegangan dan kekerasan politik setelah Peristiwa G30S di Kediri dan Yogya.

Amba terpisah dari Bhisma, sementara ada benih yang tertinggal dalam rahim Amba. Benih yang Bhisma tanamkan pada malam terakhir percintaan mereka di Kediri.

Beberapa tahun kemudian, setelah Amba menikah dengan seorang peneliti keturunan Jerman, datang kabar bahwa Bhisma meninggal. Bhisma meninggal di Pulau Buru.

Dari surat-surat yang selama bertahun-tahun disembunyikan Bhisma, terungkap bukan saja kenangan kuat Bhisma tentang Amba, tetapi juga tentang berbagai peristiwa—yang kejam dan yang mengharukan—dalam kehidupan para tahanan di kamp Pulau Buru.

Melalui penelitian bertahun-tahun, melalui puluhan interview dan kunjungan ke Pulau Buru, Laksmi menampilkan sejarah Indonesia yang bengis, tetapi justru dengan manusia-manusia yang mencintai. Dalam sepucuk suratnya kepada ayahnya Amba menulis:

Adalah Bapak yang menunjukkan bagaimana Centhini sirna pada malam pengantin. Bapak yang mengajariku untuk tidak mewarnai duniaku hanya Hitam dan Putih, juga untuk tidak serta-merta menilai dan menghakimi. Hitam adalah warna cahaya. Sirna adalah pertanda kelahiran kembali.


***

Sudah lama saya tertarik dan ingin melahap novel ini, tetapi buku ini tak kunjung berada dalam genggaman saya. Sebenarnya tahun lalu buku ini hampir ada di tangan saya dengan gratis tanpa bayar. Sebagai hukuman tidak setor tulisan atas tema yang saya berikan di #kamisan, salah satu anggota yang tidak setor tulisan itu harus memberi saya buku, dan saya request buku ini. Sebab beberapa hal dan susahnya bertemu, ditambah lagi saat ini #kamisan sedang vakum, buku itu belum juga tiba di pelukan saya. Sampai akhirnya ada sebuah aplikasi yang memanjakan para maniak baca. I Jakarta.

Saya membaca Amba di aplikasi I Jakarta dengan meminjamnya sebanyak dua kali, karena aplikasi ini akan dengan otomatis mengembalikan buku yang kita pinjam jika sudah lewat dari tiga hari. Membaca ebook setebal 496 halaman tentunya akan sangat berpengaruh pada kelelahan mata, terlebih jika bacanya harus ngebut berkejar dengan waktu. Tetapi saya menikmati sekali membaca novel ini.

Kisah mahabarata yang tertuang dalam kisah cinta Indonesia dengan latar belakang konflik kekerasan 1965. Komunis, Lekra, PKI sangat kental tertuang dalam novel ini. Kisah ini memberi  tersendiri tentang apa itu arti kesetiaan dan menunggu.

Salwa yang begitu mencintai Amba dengan sepenuh hati dan tulus tak terkira harus menerima pengkhianatan Amba yang sejak awaal memang meragukan perasaannya sendiri untuk Salwa. Hingga pada akhirnya Amba bertemu Bhisma yang dengan sekejap mampu meluluhkan benteng pertahanan perasaan Amba. Amba dan Bhisma terjatuh dalam kisah cinta yang seharusnya terlarang.

Kisah ini tentang Amba yang hidup menunggu cinta yang sebenar-benar cintanya, Bhisma selama lebih  dari empat puluh tahun. Hingga akhirnya Amba menemukan jekak Bhisma yang telah meninggal di Pulau Buru dengan segala kisah mistisnya.

Cinta Amba dan Bhisma yang terajut dalam kesetiaan Salwa yang terenggut. Perihal jarak yang menjauhkan hati Amba dan menguatkan rasa Salwa. Tentang cemburu yang kian memburu perasaan Amba terhadap sikap Bhisma. Ada secuil ingin Amba untuk diakui di lingkungan Bhisama. Menunggu yang purba.

Amba dan Bhisma tampak melekat dalam kisah yang dekat dan tengah menjejak pada saya. Tentang cinta, cemburu, dan juga menunggu. Serta cinta yang tulus saling mencintai seperti Amba dan Bhisma dalam rasa yang mungkin juga akan menjadi purba.



@fetihabsari

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates