Kamis, 27 Agustus 2015




16-17 Agustus, menghabiskan hari libur di Bandung. Berawal dari ajakan ke Jogja yang berakhir nggak jelas, akhirnya saya memutuskan untuk mengajak Ibu liburan ke Bandung. Kenapa ke Bandung? Karena beberapa waktu yang lalu Ibu sempat bilang bahwa pingin lihat yang namanya alun-alun kota Bandung itu kayak gimana ya. Ya sudah, fix diputuskan kalau liburan kali ini ajak Ibu jalan-jalan ke Bandung.
Berangkat ke Bandung nggak hanya berdua sama Ibu saja, tapi bertiga. Saya, Ibu, dan adik. Kami berangkat ke Bandung menggunakan kereta Argo Parahyangan dari stasiun Gambir pukul 08.30. Kenapa ke Bandung pilih naik kereta? Karena selain bebas macet, naik kereta ke Bandung itu seperti candu. Pemandangan yang disuguhkan sepanjang perjalanan Jakarta-Bandung sungguh sangat menyenangkan mata dan hati. Kanan kiri dihiasi sawah, hutan, gunung, jurang, tebing, serta jalan tol. Jalur yang dilalui pun nggak hanya lurus, tetapi jalur berkelok-kelok menembus perbukitan dan melintasi lembah yang dalam. Sensasi seperti kereta miring ke kanan dan kiri saat berbelok dan lagi kanan kirinya jurang. Kita juga akan melewati terewongan Sasaksaat sepanjang 949 meter dan Jembatan Cisomang dengan ketinggian 100 meter dari dasar lembah serta merupakan jembatan tertinggi di Pulau Jawa bahkan Asia Tenggara. Seperti naik kereta wisata di sebuah taman bermain. Sangat membuat saya kecanduan. Itu sebabnya saya selalu memilih kereta untuk perjalanan ke Bandung.
Tiba di Bandung pukul 11.55. Menuju pintu keluar stasiun Bandung, cuaca siang itu sangat panas dan terik. Dari stasiun Bandung kami berjalan menuju hotel yang sudah saya pesan sebelumnya. Sengaja saya memesan hotel yang lokasinya dekat dengan stasiun agar bisa langsung istirahat. Hotel Kenangan terletak di jalan kebon sirih. Hotel dengan nuansa rumahan ini sangat nyaman dan cukup recomended untuk tempat singgah dan istirahat. Saya rasa pemilihan nama hotelnya 'Hotel Kenangan' semacam ingin mesugesti para pengunjung bahwa hotel tersebut bisa menjadi sebuah tempat yang patut dikenang. Hotel yang nyaman dan bersih. Include breakfast untuk dua orang yang bisa diantar ke kamar. Include softdrink yang ada di dalam kulkas kecil yang tersedia di dalam kamar. Tempat tidur yang cukup besar untuk ditempati 2-3 orang. Bisa juga request untuk twin bed. Di hotel ini hanya ada satu tipe kamar. Saya pesan melalui traveloka karena harga booking tanpa traveloka sangat jauh bedanya.
Sampai di kamar hotel, rasa nyamannya bikin nggak mau bangkit dari kasur, ditambah cuaca di luar yang panas. Tapi masa iya ke Bandung cuma buat numpang tidur doang. Sekitar pukul 14.00 kami keluar dan menuju Masjid Raya Alun-alun Bandung. Hanya butuh beberapa menit kami sudah tiba di masjid raya. Walaupun cuaca panas terik, tapi pengunjung alun-alun padat juga. 
Tujuan pertama itu naik ke atas menara kembar Masjid Raya. Dengan membayar tiket seharga Rp 4.000 kita akan di antar naik ke atas menara menggunakan lift. Puncak menara terletak di lantai 19. Di puncak menara kita bisa melihat kota Bandung. Dari atas menara kita juga bisa melihat taman alun-alun yang cantik itu. Sama deh seperti puncak monas.






 





Setelah puas di puncak menara, kami turun menggunakan lift juga. Diantar sampai lantai 2 dan setelah itu turun ke lantai dasar menggunakan tangga. Jam menunjukkan pukul tiga sore lewat sedikit. Kami memutuskan untuk ambil wudhu dan menunggu adzan ashar. Setelah sholat ashar di masjid raya kami melanjutkan lihat-lihat taman alun-alun yang rumputnya terbuat dari rumput sintetis itu. Foto-foto dan selfie juga dong pasti. Setelah itu kami jalan di sekitar ruas jalan sekitar Masjid Raya, banyak jajanan dan belanjaan yang bisa dibeli. 


 












Sekitar pukul 17.00 kami berjalan menuju jalan Asia Afrika dan jalan Braga. Rameeee sekali. Semacam jalan malioboro di Jogja. Duduk-duduk menikmati senja dan orang-orang yang lalu lalang. Hampir magrib kami selesai menyusuri jalan Asia Afrika dan jalan Braga. Magrib kami makan di jalan Asia Afrika dan sholat magrib di resto tersebut. Setelah itu kembali lagi ke alun-alun. Ternyata semakin malam semakin padat. Berhubung angin yang semakin dingin dan Ibu yang sudah merasakan dingin yang lebih jadi kami memutuskan untuk kembali ke hotel dan istirahat.
Keesokannya, saya bangun agak siang. Sengaja, karena kami memang ingin santai dan nggak mengejar waktu. Jalan-jalan ngajak Ibu itu nggak bisa memaksa mengejar waktu seperti kalau jalan-jalan sendiri. Ibu yang sudah bangun dari pagi dan bikin kopi tapi tetap masih selimutan. Sekitar pukul 07.00 dan nyawa sudah terkumpul, saya bangun dan menelpon reseptionist untuk mengantar sarapan ke kamar. Setelah mandi, beberes dan sarapan, sekitar pukul 09.00 kami kami check out dan menuju gedung sate.
Setibanya di gedung sate ternyata sedang ada karnaval dan upacara bendera. Hari itu bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus. Semua yang ada di jalan itu menggunakan kostum beragam, mulai dari tentara, rakyat jelata, nona Belanda. Ada beragam kendaraan perang dan senjata. Di antara banyak orang itu saya melihat beberapa warga negara asing yang turut serta memakai kostum dan memegang senjata ikut meramaikan karnaval. Dan mereka menjadi objek foto oleh banyak orang. Sekitar pukul 10.00 upacara bendera baru dimulai karena para petinggi kota Bandung baru tiba.



















Kami nggak mengikuti upacara bendera berlangsung. Kami melanjutkan perjalanan ke ke jalan Dago dan taman Pasupati atau yang lebih dikenal sebagai taman jomblo. Taman yang terletak di bawah Jembatan Pasupati.
Istilah "Taman Jomblo" dibuat sendiri oleh Ridwan Kamil karena keberadaan tempat duduk di taman tersebut yang berbentuk kubus berukuran kecil warna-warni dan hanya muat untuk satu orang. Kubus tersebut juga bisa digunakan sebagai tempat memajang karya seni sesuai dengan tema taman tersebut yang untuk kalangan anak muda. Meski demikian, di sisi lain dari taman tersebut ada bangku panjang yang melengkung dan bisa ditempati oleh banyak orang. Di bagian belakang Taman Jomblo juga terdapat arena papan luncur (skate board) yang kini menjadi lokasi favorit untuk para pemain skate board di Bandung. Arena papan luncur ini memiliki kelengkapan dengan skala internasional.
Sebelum menjadi taman, kolong Jembatan Pasupati merupakan tempat yang gelap, sepi dan berbatu. Pengubahan berbagai tempat yang terabaikan menjadi taman menambah ruang publik yang bisa digunakan masyarakat untuk berinteraksi.
Dari taman jomblo kami jalan dan tidak terasa sudah sampai ITB setelah sebelumnya melewati kebun binatang. Panas dan lelah nggak tahu lagi tujuannya ke mana, akhirnya memutuskan untuk kembali ke stasiun Bandung. Sebelumnya mampir dulu di batagor Riri dekat stasiun. Kereta ke Jakarta pukul 16.15 dan kami sudah di stasiun pukul dua belas siang lewat. Sholat dzuhur san ashar, beli oleh-oleh dan ngemil-ngemil es krim di stasiun, menunggu sampai kereta datang.
Sebuah perjalanan santai bersama Ibu dan Adik…

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates