Travelfamz; Bandung
16-17 Agustus, menghabiskan hari
libur di Bandung. Berawal dari ajakan ke Jogja yang berakhir nggak jelas,
akhirnya saya memutuskan untuk mengajak Ibu liburan ke Bandung. Kenapa ke
Bandung? Karena beberapa waktu yang lalu Ibu sempat bilang bahwa pingin lihat
yang namanya alun-alun kota Bandung itu kayak gimana ya. Ya sudah, fix diputuskan kalau liburan kali ini ajak
Ibu jalan-jalan ke Bandung.
Berangkat ke Bandung nggak hanya
berdua sama Ibu saja, tapi bertiga. Saya, Ibu, dan adik. Kami berangkat ke
Bandung menggunakan kereta Argo Parahyangan dari stasiun Gambir pukul 08.30.
Kenapa ke Bandung pilih naik kereta? Karena selain bebas macet, naik kereta ke
Bandung itu seperti candu. Pemandangan yang disuguhkan sepanjang perjalanan
Jakarta-Bandung sungguh sangat menyenangkan mata dan hati. Kanan kiri dihiasi
sawah, hutan, gunung, jurang, tebing, serta jalan tol. Jalur yang dilalui pun
nggak hanya lurus, tetapi jalur berkelok-kelok menembus perbukitan dan
melintasi lembah yang dalam. Sensasi seperti kereta miring ke kanan dan kiri
saat berbelok dan lagi kanan kirinya jurang. Kita juga akan melewati terewongan
Sasaksaat sepanjang 949 meter dan Jembatan Cisomang dengan ketinggian 100 meter
dari dasar lembah serta merupakan jembatan tertinggi di Pulau Jawa bahkan Asia
Tenggara. Seperti naik kereta wisata di sebuah taman bermain. Sangat membuat
saya kecanduan. Itu sebabnya saya selalu memilih kereta untuk perjalanan ke
Bandung.
Tiba di Bandung pukul 11.55. Menuju
pintu keluar stasiun Bandung, cuaca siang itu sangat panas dan terik. Dari
stasiun Bandung kami berjalan menuju hotel yang sudah saya pesan sebelumnya.
Sengaja saya memesan hotel yang lokasinya dekat dengan stasiun agar bisa langsung
istirahat. Hotel Kenangan terletak di jalan kebon sirih. Hotel dengan nuansa
rumahan ini sangat nyaman dan cukup recomended
untuk tempat singgah dan istirahat. Saya rasa pemilihan nama hotelnya 'Hotel
Kenangan' semacam ingin mesugesti para pengunjung bahwa hotel tersebut bisa
menjadi sebuah tempat yang patut dikenang. Hotel yang nyaman dan bersih. Include breakfast untuk dua orang yang
bisa diantar ke kamar. Include softdrink
yang ada di dalam kulkas kecil yang tersedia di dalam kamar. Tempat tidur yang
cukup besar untuk ditempati 2-3 orang. Bisa juga request untuk twin bed.
Di hotel ini hanya ada satu tipe kamar. Saya pesan melalui traveloka karena
harga booking tanpa traveloka sangat
jauh bedanya.
Sampai di kamar hotel, rasa
nyamannya bikin nggak mau bangkit dari kasur, ditambah cuaca di luar yang
panas. Tapi masa iya ke Bandung cuma buat numpang tidur doang. Sekitar pukul
14.00 kami keluar dan menuju Masjid Raya Alun-alun Bandung. Hanya butuh
beberapa menit kami sudah tiba di masjid raya. Walaupun cuaca panas terik, tapi
pengunjung alun-alun padat juga.
Tujuan pertama itu naik ke atas
menara kembar Masjid Raya. Dengan membayar tiket seharga Rp 4.000 kita akan di
antar naik ke atas menara menggunakan lift. Puncak menara terletak di lantai
19. Di puncak menara kita bisa melihat kota Bandung. Dari atas menara kita juga
bisa melihat taman alun-alun yang cantik itu. Sama deh seperti puncak monas.
Setelah puas di puncak menara, kami
turun menggunakan lift juga. Diantar sampai lantai 2 dan setelah itu turun ke
lantai dasar menggunakan tangga. Jam menunjukkan pukul tiga sore lewat sedikit.
Kami memutuskan untuk ambil wudhu dan menunggu adzan ashar. Setelah sholat
ashar di masjid raya kami melanjutkan lihat-lihat taman alun-alun yang
rumputnya terbuat dari rumput sintetis itu. Foto-foto dan selfie juga dong
pasti. Setelah itu kami jalan di sekitar ruas jalan sekitar Masjid Raya, banyak jajanan dan belanjaan
yang bisa dibeli.
Sekitar pukul 17.00 kami berjalan
menuju jalan Asia Afrika dan jalan Braga. Rameeee sekali. Semacam jalan
malioboro di Jogja. Duduk-duduk menikmati senja dan orang-orang yang lalu
lalang. Hampir magrib kami selesai menyusuri jalan Asia Afrika dan jalan Braga.
Magrib kami makan di jalan Asia Afrika dan sholat magrib di resto tersebut.
Setelah itu kembali lagi ke alun-alun. Ternyata semakin malam semakin padat.
Berhubung angin yang semakin dingin dan Ibu yang sudah merasakan dingin yang
lebih jadi kami memutuskan untuk kembali ke hotel dan istirahat.
Keesokannya, saya bangun agak
siang. Sengaja, karena kami memang ingin santai dan nggak mengejar waktu.
Jalan-jalan ngajak Ibu itu nggak bisa memaksa mengejar waktu seperti kalau
jalan-jalan sendiri. Ibu yang sudah bangun dari pagi dan bikin kopi tapi tetap
masih selimutan. Sekitar pukul 07.00 dan nyawa sudah terkumpul, saya bangun dan
menelpon reseptionist untuk mengantar sarapan ke kamar. Setelah mandi, beberes
dan sarapan, sekitar pukul 09.00 kami kami check
out dan menuju gedung sate.
Setibanya di gedung sate ternyata
sedang ada karnaval dan upacara bendera. Hari itu bertepatan dengan hari
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus. Semua yang ada di jalan itu menggunakan
kostum beragam, mulai dari tentara, rakyat jelata, nona Belanda. Ada beragam
kendaraan perang dan senjata. Di antara banyak orang itu saya melihat beberapa
warga negara asing yang turut serta memakai kostum dan memegang senjata ikut
meramaikan karnaval. Dan mereka menjadi objek foto oleh banyak orang. Sekitar
pukul 10.00 upacara bendera baru dimulai karena para petinggi kota Bandung baru
tiba.
Kami nggak mengikuti upacara bendera
berlangsung. Kami melanjutkan perjalanan ke ke jalan Dago dan taman Pasupati
atau yang lebih dikenal sebagai taman jomblo. Taman yang terletak di bawah
Jembatan Pasupati.
Istilah "Taman Jomblo" dibuat sendiri oleh Ridwan Kamil karena
keberadaan tempat duduk di taman tersebut yang berbentuk kubus berukuran kecil
warna-warni dan hanya muat untuk satu orang. Kubus tersebut juga bisa digunakan
sebagai tempat memajang karya seni sesuai dengan tema taman tersebut yang untuk
kalangan anak muda. Meski demikian, di sisi lain dari taman tersebut ada bangku
panjang yang melengkung dan bisa ditempati oleh banyak orang. Di bagian
belakang Taman Jomblo juga terdapat arena papan luncur (skate board) yang kini menjadi
lokasi favorit untuk para pemain skate
board di Bandung. Arena papan luncur ini memiliki kelengkapan dengan
skala internasional.
Sebelum menjadi taman, kolong Jembatan Pasupati merupakan
tempat yang gelap, sepi dan berbatu. Pengubahan berbagai tempat yang terabaikan
menjadi taman menambah ruang publik yang bisa digunakan masyarakat untuk
berinteraksi.
Dari taman jomblo kami jalan dan
tidak terasa sudah sampai ITB setelah sebelumnya melewati kebun binatang. Panas
dan lelah nggak tahu lagi tujuannya ke mana, akhirnya memutuskan untuk kembali
ke stasiun Bandung. Sebelumnya mampir dulu di batagor Riri dekat stasiun.
Kereta ke Jakarta pukul 16.15 dan kami sudah di stasiun pukul dua belas siang
lewat. Sholat dzuhur san ashar, beli oleh-oleh dan ngemil-ngemil es krim di
stasiun, menunggu sampai kereta datang.
Sebuah perjalanan santai bersama
Ibu dan Adik…