[Novel; Review] Hujan Bulan Juni
Hujan Bulan Juni milik Sapardi
Djoko Damono. Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Buku ini adalah
cetakan pertama, Juni 2015.
Dari puisi, menjadi lagu, kemudian
komik, dan nanti film, kini puisi "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi
Djoko Damono beralih wahana menjadi novel.
Bagi penggemar puisi, siapa yang
tidak kenal Hujan Bulan Juni yang tabah milik Sapardi Djoko Damono? Bagi
pecinta puisi, siapa yang tak mencintai sajak-sajak manis milik Sapardi Djoko
Damono?
Sapardi Djoko Damono, yang telah
berhasil meraih berbagai hadiah dan penghargaan dalam dunia kesusastraan. Kini
berprofesi sebagai guru besar pensiun UI dan guru besar tetap pada
Pascasarjanan IKJ. Dan membimbing serta mengajar juga di UNDIP, UNPAD, dan ISI
Solo.
Saya adalah salah satu orang yang
jatuh cinta pada puisi, dan semua berawal dari karya-karya Sapardi. Sepilihan Puisi; Hujan Bulan Juni adalah
kumpulan puisi yang sangat saya cintai. Buku ini berisi kumpulan syair-syair
Sapardi dan salah satunya adalah yang berjudul Hujan Bulan Juni. Hujan yang
paling tabah, kata Sapardi. Selain buku tersebut adalah buku karya Sapardi,
buku kumpulan puisi tersebut juga merupakan pemberian dari seseorang (yang juga
penyair) yang telah membuat saya jatuh cinta bukan hanya pada puisi.
Baiklah, yang akan saya bahas di
sini bukanlah buku Sepilihan Puisi; Hujan
Bulan Juni karya Sapardi, tetapi adalah sebuah novel dengan judul yang sama
dengan buku kumpulan puisi tersebut. Novel;
Hujan Bulan Juni yang juga merupakan karya Sapardi.
Novel ini menceritakan sepasang
tokoh bernama Sarwono yang asli Solo dan Pinkan yang keturunan Manado
tetapi tumbuh di Solo. Pinkan dan Sarwono terlibat kisah cinta yang berjalan mengalir
dari awal pertemuan, tumbuh bermain hingga mengerjakan project bersama, sampai akhirnya mereka harus menerima keadaan yang
memaksa mereka untuk menjalani hubungan yang terpisah jarak. Namun mereka tetap
terhubung dengan kemajuan teknologi yang tidak menghalangi mereka untuk tetap
menjaga komunikasi.
Alur dan ending cerita yang mudah
ditebak. Cerita yang sederhana. Tapi saya merasakan sekali bahwa saya turut
terseret masuk ke dalam kisah dalam novel ini. Saat saya membaca novel ini dari
awal, saya seolah menemukan sosok seseorang yang nyata di hidup saya dan
menjelma dalam tokoh Sarwono. Seseorang yang sama-sama menulis puisi dan
muncul di beberapa media. Seperti Sarwono yang bertahan hidup dengan menulis
puisi dan mengirimnya ke media hingga mengerjakan berbagai project yang mengharuskannya keliling berbagai kota dan menguras
tenaga serta isi kepalanya.
Novel yang terdiri dari lima bab
ini diakhiri dengan bab terakhir yang berisi tiga puisi. Dalam novel ini tidak
akan kalian jumpai puisi Hujan Bulan Juni. Namun ada lembar-lembar yang pada
tiap kalimatnya saya merasakan seperti membaca sebuah puisi karya Sapardi.
Manis.
Novel ini sangat ringan dan
berjalan mengalir serta asyik untuk dibaca. Saya jatuh cinta pada pemilihan
diksi Sapardi dalam novel ini. Walau begitu saya juga agak kecewa karena isi
novel tidak seperti yang saya harapkan. Saya tidak merasakan adanya unsur Hujan
Bulan Juni dalam novel ini.
***
"Dia percaya pada teori yang menjelaskan bahwa inti kehidupan itu
komunikasi dan komunikasi itu inti kehidupan. Dan bahwa puisi itu komunikasi,
dan bahwa komunikasi itu shaman. Dan bahwa shaman itu medium. Dan oleh
karenanya puisi itu medium. Hah!!!"
"Penyair adalah pembaca pertama puisinya sendiri, begitu menurut
aksioma."