Travelcamp - Puncak Bintang, Bandung
Welcome
Juni. Selamat bercinta dengan hujan. Ternyata hujan datang lebih awal di bulan
ini. Tepat di awal bulan Juni, tanggal satu. Hujan bulan Juni, kata Sapardi. Tidak
ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Benarkah?
Selain
Hujan yang ditawarkan Sapardi pada bulan Juni, ada tawaran camping seru dari seorang teman.
"Camping yuk di Bukit Moko!"
"Yuuk!
Lagi butuh piknik nih."
"Tengah
bulan lalu baru aja piknik Jogja-Malang masih bilang butuh piknik?"
"Hhhhmmmm...."
Well,,,
selama ada tawaran piknik dan tanggal merah di depan mata, cusslaaah...
Di
awal bulan Juni ada tanggal merah. Tanggal dua. Berhubung rencananya camping dan tanggal satu masih kerja,
jadi kami memutuskan untuk berangkat di senin malam, tanggal satu Juni. Diawal,
perkiraan ada 25 orang yang ingin ikut camping,
tapi di hari H menyusut dan hanya tersisa 5 orang.
Meet point
KFC Kota Harapan Indah pukul 19.00. Saya
tiba di TKP sekitar jam setengah tujuh malam, langsung dari kantor. Ternyata
jamnya karet, baru ngumpul semua dan berangkat pukul 20.30. Seharusnya bisa
pulang dulu, mandi dan nggak perlu bawa gembolan
besar ke kantor.
Tiba
di Bandung sekitar pukul 23.00. Mobil naik-naik menuju bukit Moko sampai
akhirnya terhenti di tengah jalan. Ada truk pasir yang muatannya tumpah ke
jalan sehingga seluruh badan jalan tertutup dan tidak dapat dilewati. Huuffttt, saatnya menunggu lagi.
Ternyata banyak mobil-mobil yang akhirnya parkir di sepanjang jalan. Bosan di
dalam mobil, kami memutuskan turun dan melihat lampu-lampu kota Bandung dari
atas. Bukit bintang? Bukan.
Saya
yang sudah siap bobok dengan baju
tidur ini, dibilang 'Anak Jakarta banget'. Ya memang tinggal dan besar di
Jakarta. Keluar mobil tanpa jaket, nggak dingin? Nggak. Ada yang lebih dingin
dan hampir beku. Hati. Eeeuuuwww…
Kemudian
tiba-tiba jadi unmood. Suasana hati
sebelumnya memang sedang tidak enak antara pergolakan batin perasaan dan logika
yang rumit, lalu tiba-tiba dilanda rindu yang harus kembali dipendam. Belum
lagi mikir, sudah hampir dini hari tapi belum sampai lokasi, belum pasang tenda
pula.
antrian mobil karena truk pasir |
Sekitar
pukul 24.00 jalan mulai terbuka dan mobil bisa melanjutkan perjalanan. Saat
mobil ingin naik ke bukit Moko, ternyata jalan sudah di tutup. Katanya, kami
harus melanjutkan dengan berjalan kaki, karena jika sudah di atas pukul 24.00
mobil harus parkir di bawah.
Pukul
00.30 hiking ke atas sambil membawa
ransel, tenda, matras, dan lain-lain. Saya yang sudah merasa lelah, ingin cepat
tiba di tempat dan mendirikan tenda untuk tidur, sedangkan yang lainnya butuh
istirahat berkali-kali. ‘Anak gunung mah nggak ada capeknya, dasar!’ ada yang
nyeletuk kalau saya anak gunung yang nggak ada capeknya dan nggak butuh duduk
sebentar buat nafas. Heeeuuu,,, saya
kan anak ibu bapak sayaa… Rasa lelah justru membuat saya tidak merasakan
oksigen yang terkuras, hanya ingin cepat sampai baru bisa istirahat dengan
tenang.
Tiba
di tempat camp, keadaan gelap.
Ternyata tempat camp kita bernama
puncak bintang, bukan bukit moko. Karena terlalu gelap dan sudah lelah, kami
memutuskan mendirikan tenda di dekat pintu masuk. Hhhmmm...
Sekitar
pukul 02.00 kurang dan sudah bergotong royong mendirikan tenda, kami baru bisa
bobok cantik di dalam tenda dan sleeping
bag masing-masing. Sekitar pukul lima kurang sudah sangat berisik. Ya salah
kami juga sih yang mendirikan tenda di dekat pintu masuk dan toilet. Seharusnya
tempat camp masih harus naik sedikit
lagi ke atas.
Pukul
05.00 kami bersiap karena katanya mau lihat sunrise.
Tetapi yang terjadi adalah, langit justru berwarna biru tanpa matahari. Salah
posisi. Salah lokasi. Sunrise naik ke
permukaan dari balik rerimbunan hutan pinus. Jadi, di puncak bintang ini view yang bagus adalah untuk melihat sunset, bukan sunrise. Kecewa? Pasti. Tapi yasudahlah yaa.
Kami
naik ke atas, berfoto dan berkeliling hutan pinus. Tempatnya lumayan bagus dan
rapi. Tetapi buat saya sih biasa saja dibanding tempat-tempat lain yang pernah
saya datangi. *sombong*
Hello... |
still waiting you... |
Sekitar
pukul 08.00 kami membongkar tenda dan bersiap menuju tebing keraton. Sebelumnya
kami ke bukit Moko yang dijanjikan sebelumnya. Ternyata bukit Moko adalah
sebuah tempat makan dengan view yang
mengarah ke kota Bandung. Hhhmmm... sangat diluar ekspektasi dan harapan saya
yang begitu woow ternyata, 'cuma begini?'.
Masuk
ke bukit Moko cukup membayar Rp 25.000 sudah plus paket makanan yang kita
pilih. Jika tidak ingin makan dan hanya ingin masuk ke dalam dikenakan biaya Rp
10.000. Jadi, mendingan makan sekalian sarapan.
Mie Goreng kornet telur |
Sekitar
pukul 11.00 kami baru turun ke bawah, ke parkiran. Kelamaan foto-foto jadi
kesiangan. Biasalah kalau cewek-cewek maah yaa...
Tiba
di tebing keraton sudah sangat siang. Saat di parkiran, baru tahu bahwa dari
parkiran menuju tebing keraton masih 2,5 km lagi jaraknya, tetapi mobil hanya
boleh sampai di parkiran. Sekarang, pilihan di tangan kami, ingin berjalan kaki
atau naik ojek yang sudah tersedia. Berhubung ada yang nggak kuat kalau jalan
sejauh itu dan jalannya juga naik-naik ke puncak bukit, kami memutuskan untuk
naik ojek. Sekali jalan Rp 30.000, jika pp Rp 50.000.
best friends |
girls |
maybe tomorrow |
Bukit Moko |
Di
perjalanan saya ngobrol dengan tukang ojek. Katanya, kalau mau datang ke Tebing
Keraton itu subuh-subuh untuk lihat sunrise,
bagus. Kalau bukit Moko mah untuk lihat sunset,
katanya lagi. Sayangnya di Tebing Keraton tidak ada tempat untuk camp.
Tiket
masuk tebing keraton Rp 11.000 per orang. Tiket ini sudah termasuk tiket
terusan ke goa-goa dan curug yang letaknya ada di bawah. Beda tempat. Tiba di Tebing
Keraton, kalimat yang terlontar lagi-lagi, "kayak gini doang?"
Hehehe... Hanya tempat untuk berfoto-foto ditambah lagi penuhnya pengunjung
karena hari libur. Panas, terik. Kami nggak lama di Tebing Keraton. Hanya
berfoto. Kembali ke parkiran dan meneruskan perjalanan.
Untuk
mengunjungi goa dan curug ternyata masuk dalam satu tempat wisata. Parkir dan
menuju petunjuk arah. Bermodal percaya pada petunjuk arah kami mengunjungi goa
Jepang dan goa Belanda. Setelahnya kami
ingin ke curug. Curug yang terdekat saja, tak perlu yang jauh.
Goa Belanda |
Ketika
kami menanyakan arah yang musti diambil jika ingin ke curug, tukang ojek
lagi-lagi menawarkan jasanya. "Curug yang bagus masih 6 km lagi,"
katanya. Berhubung kami hanya ingin ke curug yang berjarak 1 km, kami menolak
tawaran tukang ojek.
Kami
berjalan menyusuri jalan setapak. Rasanya kami sudah berjalan jauh sekali,
lebih dari 1 km tapi tanda-tanda kehadiran curug tak juga kami temui. Sampai
akhirnya cuaca mendung dan mulai turun rintik-rintik hujan. Ingin berbalik
kembali merasa sayang, akhirnya ada dua tukang ojek yang lewat dan menawarkan
jasa. Kami yang sudah lelah dan frustasi akhirnya mengiyakan jasanya. Kami berlima
dibagi kedalam dua ojek. Kami diantar ke curug Omas yang berjarak 6 km itu.
Yang katanya curug paling bagus.
Di
bayangan kami, curug yang tinggi, bersih dan bisa dibuat bermain air. Saat tiba
di lokasi, kami semua merasa ditipu. Ditipu petunjuk jalan dan opini tukang
ojek yang mengatakan curug itu bagus. Curugnya ternyata adalah sebuah ‘kali’
dengan banyak sampah dan arus yang deras serta air yang cokelat. Terletak di
bawah jembatan gantung yang menurut saya sudah tidak layak dan sangat
mengerikan. Tidak ada sepuluh menit kami di sana. Dan memutuskan untuk kembali
dengan ojek yang sama. Rp 70.000 sampai parkiran untuk satu motor.
Jangan percaya petunjuk arah ini !!! |
Curug Omas |
Di
perjalanan, saya menanyakan tentang keberadaan curug-curug dan tempat wisata lain
yang ada di petunjuk arah. Katanya, curugnya ada tetapi aksesnya yang belum
ada. Disitu saya murka dan merasa ditipu oleh pihak pengelola tempat wisata.
Kalau memang belum bisa diakses kenapa dimasukkan dalam petunjuk arah? Saya
melihat banyak korban yang seperti saya. Sudah jalan jauh dan jauh tetapi tidak
ada hasil. Mengeluarkan uang lebih yang nyatanya pengorbanan tidak sebanding
dengan hasil yang didapat. Sekali lagi saya sangat kecewa dengan pihak
pengelola tempat wisata tersebut. Sangat amat mengecewakan. Saya akan berfikir
ribuan kali untuk datang ke tempat tersebut lagi.
Kami
keluar dari jebakan tempat wisata itu pukul 15.00 dengan peluh dan lelah serta
kecewa yang teramat sangat. Tiba di Bekasi Barat pukul 18.00. Mampir pom bensin
untuk sholat dan kemudian kembali ke Kota Harapan Indah. Saya turun di stasiun
kranji untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke rumah menggunakan commuterline.
Piknik
kali ini sungguh melelahkan. Hanya lelah dan kecewa yang saya dapat. Tapi
setidaknya suasana camping yang saya
rindukan cukup mengobati rindu. Hanya camping dan suasana di puncak bintang
yang dapat saya nikmati pada perjalanan kali ini. Dan juga kebersamaan bersama
teman pastinya. Thanks, girls…
2 komentar
Kak mau tanya kalo kita camp d bukit moko d kenakan biaya tambahan kah?
REPLYKalau di bukit moko saya kurang tahu, tapi sepertinya ada biaya untuk camp.
REPLY