[Novel; Review] - Jatisaba
JATISABA - RAMAYDA AKMAL
Novel unggulan - pemenang sayembara novel DKJ 2010.
Novel unggulan - pemenang sayembara novel DKJ 2010.
Cetakan pertama, diterbitkan oleh:
ICE (Institute for Civil Empowerment) Yogyakarta
ICE (Institute for Civil Empowerment) Yogyakarta
Cetakan kedua, diterbitkan oleh:
Era Baru Pressindo, Yogyakarta.
Era Baru Pressindo, Yogyakarta.
Mae, seorang wanita mantan pekerja
migran yang mengalami nasib malang, terpaksa menjalani nasib buruk yang lain:
menjadi kaki tangan sindikat perdagangan manusia internasional. Ironisnya, Mae
diperintah untuk mencari korban di desa kelahirannya sendiri. Perjalanan ini
mengantarkannya pada berbagai peristiwa yang mengaduk-aduk perasaan: nostalgia
kehidupan desa, romantisme cinta masa lalu, dan jerat-jerat para makelar
politik lokal yang serba rumit. Sementara itu, di tempat yang tidak terduga,
jaringan besar kepolisian dan sindikat yang menginginkan dirinya mati terus
mengejarnya.
Novel ini mengisahkan nasib malang
para pekerja migran serta kekejaman sindikat perdagangan manusia dan nasib para
korban yang memilukan.
***
Jatisaba adalah keping-keping
ingatan tentang bekas kampung halaman yang terjalin melalui penghayatan,
pemakluman, pembekalan, dan hasrat untuk selalu ingin melemparkan diri kembali
ke masa lalu.
Pergilah, jangan meminta lambaian. Supaya kau tetap haus dan berharap.
Mae. Tokoh utama dalam cerita ini
sungguh lugas menceritakan perihal hidup, nasib, dan masa lalunya. Dalam novel
ini terjadi pergolakan batin yang dialami Mae.
Ia kembali ke kampung halamannya,
Jatisaba. Menjenguk hidup yang selama ini telah ia tinggalkan. Menjenguk masa
lalu yang sudah runtuh tertutup ilalang dan lumpur. Menjejakkan kaki di atas
galengan yang sudah lama tak ia temui. Dan juga, menziarahi cinta pertamanya.
Cinta pertama yang sampai detik ia masih bernafas tak akan pernah berkurang
rasanya.
Meski cinta pertamanya sudah
memiliki hidupnya sendiri, keluarga kecil. Rasa yang dimiliki Mae tidak pernah
berubah. Hatinya tidak pernah berpaling.
"Tak ada yang bisa kita lakukan. Biarkanlah seperti ini. Biarkanlah
semua berjalan semau pikiran itu sendiri. Kalau harus sampai mati aku mengenang
dirimu, aku akan menerimanya. Tapi biarkan aku di dalam pelukanmu ini. Aku
ingin sejenak amnesia, tidak mengingat apa pun kecuali perasaan
terhadapmu."
Kenikmatan dari perpisahan ada pada ketidakrelaan kita untuk pergi...
Mae kembali ke tempat kelahirannya
bukan hanya untuk mengenang, tetapi juga bekerja. Memenuhi tugas dari bos besar
brengseknya itu. Dengan batin yang gamang, ia mengorbankan orang-orang yang ia
kasihi di Jatisaba, orang-orang yang memiliki ikatan masa lalu dengannya.
Menumbalkan mereka kepada bos besarnya. Menjerumuskan mereka ke dalam lubang
hitam yang tak akan pernah bisa lagi mereka keluar. Lubang yang selama ini
dihuni olehnya. Merusak dan menghanguskan hidupnya. Berkelana dari satu negara
ke negara. Satu ranjang ke ranjang yang lain. Desah nafas yang dikuasai nafsu
para binatang-binatang berotak.
Jatisaba. Desa yang tak akan pernah
tenang ketika pemilihan Kepala Desa berlangsung. Segala fitnah, kecurangan,
kejahatan, suap menyuap, dan segala apapun yang dapat dilakukan demi
kemenangan. Ritual-ritual adat yang tetap dilakukan. Mereka, keluar dari lubang
buaya untuk masuk ke kandang singa.
Saya memberi novel ini 5 dari 5
bintang. Tidak saya temui kekurangan dari novel ini. Alur yang jelas dan kisah
yang tergambar lugas sangat nikmat untuk dibaca tanpa ingin berhenti hingga
halaman akhir. Font yang digunakan cukup memanjakan mata untuk membacanya dan tidak
ditemukan typo.
Dengan ending yang tak terduga,
kisah ini cukup menarik dan tidak sia-sia untuk diselesaikan. Sebuah novel dari
Ramayda Akmal ini cukup menginspirasi, menurut saya.