NJEMPARING RASA; Menarik Busur Sejarah Membidik Masa Depan
Pertunjukan kolaborasi
Drama Kolosal Sumantri-Sukrasana Njemparing Rasa; Menarik Busur Sejarah
Membidik Masa Depan akan digelar di Lapangan Grha Sabha Pramana UGM
Yogyakarta pada Minggu (12/10) pukul 19.30.
Drama ini diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DIY yang bekerja sama dengan
PKKH UGM (Purnabudaya). Tema yang diusung
adalah “Keistimewaaan Yogyakarta Sebagai Pijakan Pembangunan Karakter Bangsa”.
Naskah yang mengangkat tema “Keistimewaan
Yogyakarta sebagai Pijakan Pembangunan Karakter Bangsa” ini sudah dipersiapkan
sejak pertengahan 2013. Setelah penyusunan naskah yang dilakukan oleh
Whanny Darmawan, Bondan Nusantara, Punthung CM Pudjadi, Indra Tranggono, Susilo
Nugroho, Suharno, Faruk HT, Ari Purnomo, Anes Prabu Sudjarwo, Suharmono dan Tri
Wahyudi akhirnya terjadi dua kali penyuntingan. Ada beberapa konten baru
yang dimasukkan dan menghapus beberapa konten lama. Di antaranya mengubah naskah
menjadi cerita berbingkai, perubahan pada pembabakan, dan beberapa perubahan
isi.
Sumantri-Sukrasana menyajikan sesuatu yang
berbeda dari naskah-naskah drama yang pernah ada sebelumnya. Semua tokoh
merefleksikan kehidupan manusia saat ini. “Sukrasana adalah simbol dari
generasi saat ini. Sebagai manusia jangan hanya nrimo ing pandum. Karena kita
pernah menjadi bangsa yang besar dengan peradaban yang peninggalannya
masih dapat dinikmati hingga saat ini. Kita pernah memiliki masyarakat yang
berbuat sesuatu, tidak hanya mengikuti,” kata Suharmono selaku produser.
Dalam hal artistik, kegiatan ini melibatkan
penata-penata yang mumpuni sesuai bidangnya, antara lain penata lakon Sugito
HS, penata lampu Wahyu Hidayat, penata tari Surono, penata iringan Fajar Tri
Sabdono, penata artistik Beni Wardoyo, penata multimedia Syaiful Uyun, dan
penata rias Ester Krisnawati. Selain itu, pementasan akan dikemas secara outdor
dengan menggabungkan beberapa unsur kesenian. Meliputi video multimedia, tari,
gamelan, teater, seni tradisi, musik, dan lainnya. Konsep artistik
panggung yang akan dipakai adalah background berwarna hijau disertai
busur menghadap ke atas dengan kuncup bunga padma.
Proses latihan dilaksanakan di PKKH UGM dengan
melibatkan kurang lebih 110 seniman muda Yogyakarta. Di antaranya Ndaru
Murtopo, Annisa Hertami, Ahmad Jalidu, Hasta Indriyana, Catur Stanis, Sapta
Sutrisno, Mustain, Agustine Pandhuniawati, Febrinawan, Irfanuddien, Windhi,
Rendra Bagus, Arif Gogon Kurniawan, Ahmad Hasfi, dan Sandro Sandoro.
“Saat ini, latihan yang terdiri atas aktor,
tari, dan musik masih dilakukan sendiri-sendiri. Setelah semuanya siap, baru
kemudian dipertemukan menjadi satu. Latihan yang seharusnya hanya 10 kali,
ditambah menjadi 25 kali. Kendalanya karena pertunjukkan ini tidak hanya
melibatkan satu kelompok teater, tetapi dari berbagai komunitas sehingga sulit
untuk menyamakan waktu ketika latihan karena kesibukan masing-masing,” papar
Anes Prabu Sudjarwo, sutaradara Njemparing Rasa.
Drama kolosal yang didukung tidak kurang dari
250 pelaku seni Yogyakarta ini diharapkan dapat menjadi “Pijakan Pembangunan
Karakter Bangsa” sehingga melahirkan orang-orang yang tidak hanya menunggu
mendapat perintah, tetapi sanggup bertindak untuk mencapai perubahan.