Kenangan
Kenangan. Kamu bebas memilih,
apakah ingin bersahabat dengannya, atau bahkan merutuk dan membencinya.
Mungkin
aku hanyalah sekelebat asap tak kasat mata di hadapanmu, atau sekedar cadangan
dikala kau butuh tempat bersandar dan mengeluh. Kemudian, ketika kau tak lagi
butuh sandaran, dengan mudahnya kau mendorongku ke lubang gelap tanpa pernah
bertanya tentang perasaan. Dan pada akhirnya aku berhenti untuk bertahan,
jaring pengikatmu tak lagi kuat untuk menahan bebanku.
***
Desember basah. Puncak dengan senja yang
juga basah. Ingatkah kau tentang liburan akhir tahun kita yang takkan pernah
bisa kulupakan? Ada sunrise hingga sunset dan tanah basah yang asik
bercumbu dengan derasnya hujan.
Kau tak pernah mengeluhkan lelah, kau
tak pernah mengeluhkan kantuk, kau tak pernah mengeluhkan apa-apa. Untukku, kau
selalu tersenyum dan dan berkata ‘aku tidak apa-apa’.
Namun, kini semuanya telah berlalu. Karena
tepat beberapa minggu setelah liburan ‘romantis’ kita itu, kau berubah. Entah aku
yang salah, kau yang salah, atau justru keadaanlah yang salah. Aah,,, sudahlah…
aku tak ingin merutuk pada keadaan.
Malam itu. Malam sebelum kau benar-benar
meninggalkanku tanpa kutahu apa salahku, kau berkata, “Kamu tetap sahabatku
sampai kapan pun. Aku tidak ingin pacaran lagi. Sahabat bagiku lebih berarti.” Dan
malam itu, kita kembali menjadi sahabat. Sahabat yang saling mengisi kekosongan
masing-masing.
Aku kembali menjadi sahabatmu yang
dengan setia mendengarkan curhatanmu. Kemudian aku bertanya tentang Wanita itu__teman satu fakultasmu. Kau bercerita
panjang lebar tentangnya. Tentangnya yang juga maniak coklat sepertiku. Dan kau
selalu berkata dan meyakinkanku, bahwa kau dan wanita itu takkan pernah
bersatu. Entah apa alasanmu berkata seperti itu.
Tahukah kamu, bahwa aku tengah
menertawai diriku sendiri ketika beberapa hari setelah malam itu aku melihat relationship dan fotomu bersama wanita
itu? Dan tahukah kamu, bahwa ternyata aku telah tertipu (lagi) ?
Dan, entahlah, aku tak pernah
menyalahkan dan membencimu atas relationship-mu
itu, tapi kenapa justru kaulah yang menjauhiku? Seoalah akulah orang yang
paling bersalah dalam kisah ini. Kisah yang mana? Kisahku denganmu?
Sudahlah,, hatiku sudah terlanjur
berserakan jatuh tertinggal pada setiap jengkal kenangan yang telah kita lalui.
Lalu, kini kau hukum aku juga dengan memutuskan persahabatan kita yang tak
bersalah itu?
Perasaanku kini tak lagi penting. Yang terpenting
adalah kau dengan wanitamu. Semoga tak ada lagi hati dengan yang tercecer di
setiap jengkal kenanganmu dengannya…
Perlahan telah kukubur kenangan kita keping
demi keping. Dan, maaf, kini aku tak bisa lagi percaya pada tiap kata yang
meluncur dari bibirmu yang pernah mengatakan janji-janji ‘surga’ padaku. Aku pun
mulai berhenti bertahan sebagai sandaranmu yang kini mulai lenyap dalam nyata.
Kenangan. Yang harus kau tahu, aku tak
pernah membenci kenangan kita…
Karena kenangan telah mengantarkanku
menjejakkan kaki saat ini, di tempat ini. Dan tanpa kenangan, aku tidak akan
berdiri di sini bersama lelakiku, saling mengaitkan jemari dan turut mendoakan
kisahmu yang juga semoga indah…
@fetihabsari