Sabtu, 17 Agustus 2013


Judul : Cinta Abadi Laila Majnun
Penyusun : Nizami Fanjavu
Penerbit : Ikhlas Media ( cetakan 1, Oktober 2013 )
Halaman : 250 hal
ISBN : 978-602-18047-6-6

Buku "Cinta Abadu Laila Majnun" ini merupakan terjemahan dari 'Layla and Majnun' terbitan Blake Publishing, yang telah diperkaya dari buku bahasa Arab, Al-Hubb Al-Khalid Qais wa Laila, terbitan Dar Al-Kutub Al-`Ilmiyah, Beirut.

"Sepasang kekasih terbaring dalam kesunyian. Disandingkan di dalam rahim gelap kematian. Sejati dalam cinta, setia dalam penantian. Satu hati, satu jiwa di dalam surga keabadian."

Kisah ini diambil dari cerita rakyat Arab yaitu kisah mengenai Majnun yang telah melegenda, sang penyair yang 'gila cinta', dan Laila, gadis padang sahara yang kecantikannya sangat terkenal.

Alkisah, hiduplah seorang pemimpin suku (kabilah) yang masyhur dan disegani. Kabilah Bani Amir berasal dari kota Najd, dan pemimpinnya bernama Al-Mulawwah bin Muzahim. Namun ia merasa belum sempurna karena tidak memiliki seorang putera. Ia selalu berdoa, berpuasa dan berderma. Hingga akhirnya lahirlah seorang putera yang ia beri nama Qais. Qais tumbuh menjadi laki-laki yang sangat tampan. Ketampanannya bahkan menjadi bahan pembicaraan orang-orang.

Suatu hari, di sekolah, sang guru memperkenalkan siswi baru, seorang gadis yang sangat cantik. Namanya adalah Laila. Qais dan semua siswa laki-laki seketika itu juga langsung jatuh hati pada kecantikan Laila.

Laila adalah putri dari Mahdi bin Sa'ad bin Mahdi bin Rabi'ah. Mahdi adalah paman Qais.

Dan ternyata, perasaan Qais tak bertepuk sebelah tangan. Laila juga jatuh hati pada Qais.

Orang-orang berkata bahwa cinta pertama adalah yang terindah, penuh kenangan dan kebahagiaan yang tidak akan pernah punah. Hal ini bagi Qais dan Laila benarlah adanya.

Ketika usia Laila beranjak dewasa, maka Laila pun tidak diperkenankan keluar rumah dan bergaul sembarangan. Sejak saat itulah hubungan mereka menjadi terputus sudah.

Sedangkan Qais yang terlanjur dimabuk cinta, tak mampu lagi membendung rasanya pada Laila. Ia selalu memuji kecantikan Laila. Kidung-kidung cinta untuk Laila tak hentinya keluar dari mulutnya. Orang-orang mulai menggunjingkan tingkah aneh Qais. Hingga akhirnya mereka memanggil Qais dengan sebutan Majnun = si gila.

Ketika Laila menyembunyikan tangisan luka dihatinya. Qais justru menunjukkannya secara terang-terangan. Qais berkelana dari satu tenda ke tenda lain, mengarungi sahara dengan ratapan kidung cinta yang tiada henti ia ucapkan. Matanya selalu basah oleh airmata kerinduan dan hasrat cinta.
Kini, Qais telah benar-benar menjadi Majnun. Si gila karena ulah cinta. Namun, banyak orang kagum pada syair-syair cinta yang telah diciptakan oleh Majnun. Majnun hidup di jalanan dengan baju yang tak layak, dan keadaan yang sangat memprihatinkan.

Ayahnya mencoba melamar Laila untuk menikah dengan Qais. Ayahnya berharap, hanya dengan mempersatukan merekalah Majnun bisa kembali menjadi Qais. Namun, lamaran itu ditolak mentah-mentah oleh ayah Laila.

Kemudian Qais bertemu dengan Naufal ( Pangeran Pemberani ) yang telah menjadi sahabatnya, dan berjanji untuk memerangi kabilah Laila agar orangtua Laila mau menerima Majnun. Namun usaha ini juga kandas di tengah jalan.

Qais kembali lagi pada kehidupannya yang tak teratur. Terlebih ketika ia telah ditinggal meninggal oleh ayahnya, keinginan Qais untuk mengucilkan diri dan hidup di belantara semakin kuat.

Setelah ayahnya meninggal, kemudian ibunya pun menyusul ke alam kematian. Majnun tambah terpukul. Kehidupannya kini hanya berteman dengan para binatang-binatang buas yang selalu setia menjadi pengikutnya.

Lalu, tiba saatnya Ibnu Salam ( suami dari Laila ) meninggal dunia. Laila benar-benar merasa telah terbebas dari jerat penjara yang telah bertahun-tahun. Namun, perlahan-lahan keadaan tubuh Laila semakin melemah. Ajal pun telah dekat dengannya. Hingga akhirnya ia meninggal Dunia.

Majnun yang mengetahui berita kematian Laila langsung berlari menuju makan Laila diikuti oleh segerombolan hewan-hewan yang setia mengawal Majnun. Majnun masih berada di atas pusara Laila. Ia hanya seorang diri di sana. Sudah beberapa hari ia menemani kuburan kekasihnya. Ia menangis dan meratap, menjerit-jerit, merintih pedih. Ia memanggil-manggil nama Laila.

Berangsur-angsur tubuh Majnun bertambah lemah, ia sadar bahwa perjalanan hidupnya telah mencapai penghujungnya. Majnun menutup matanya dan berbaring di atas pusara Laila, mendekapkan tubuhnya kepada tanah pusara itu dengan segenap tenaganya yang tersisa. Bibirnya yang kering bergerak-gerak dalam doa yang lirih. Lalu, sambil mengucapkan kata-kata, "Laila, kekasihku..." ruhnya pun terbebas, dan kini ia telah tiada.

***
Sebagian ahli bahasa dan penyair telah menyandingkan Laila Majnun sebagai sebuah mahakarya sastra yang mirip dengan Romeo Juliet. Padahal keduanya berbeda.
Jika keberanian dan proaktifnya Romeo untuk mengejar Juliet berakhir dengan tidak sempatnya keduanya menikah, sementara Majnun lebih bersifat pasif dalam memperjuangkan Laila.

Nizami adalah seorang sufi dari Persia. Ia juga terkenal sebagai seorang penyair.

Menurut Nizami, kisah cinta Majnun terhadap Laila adalah metafora cinta Majnun terhadap Tuhan. Menceritakan betapa tulusnya cinta Majnun kepada Laila, dan begitu juga sebaliknya. 
Buku ini berisi kata-kata yang puitis. Recomended buat yang suka bacaan dengan kata-kata yang puitis. Warna kertas dan ukuran hurufnya juga nyaman buat mata...

Kekurangan     :
Alur ceritanya lambat dan bikin ngantuk. Saya suka sama kata-kata yang puitis macam ini, tapi entah kenapa setiap baca beberapa halaman pasti ngantuk ._.)

3,5 of 5 stars

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates