Just Sharing
Taraaaaa.... Sharing ada dadakan nih di grup LoBaLoID... Nyimak yuuuukk~~
Kita membaca, tertarik, mencoba. Tak ada yang salah dengan itu. Ikuti saja arahnya. Mungkin, kau bisa temukan "dirimu" diujungnya. ~ Olih
Naah kesalahan2 yg sering
muncul itu ya masalah EYD dan tanda baca...
Hampir semua cerpen bisa
mengalirkan cerita tapi masih banyak yang datar. Maksudnya nggak ada kejutan cerita, cenderung mudah ditebak alur ceritanya. Menurut aku cerpen yang wow itu ya yang cetar membahana badai gitu deh. Konflik dan logikanya musti kuat kalo kata pak Edi tuh.
"Setiap kita ada pecerita
: menjadi penulis adalah pilihan yang luar biasa"
Untuk memulai menulis biasanya
kita membutuhkan outline.. Nah, sebenernya outline itu akan membantu kita agar dalam pengerjaannya tidak keluar jalur.. Kadang kita mengalami writer's block kan?? Nah, bisa saja dengan
adanya outline dapat membantu kita.. Jangan sampe kehilangan passion atau mandek di tengah jalan garagara nggak punya outline.
Biasanya dalam menulis kita sering ingin keluar jalur dari outline yang sudah di buat, maka merubah outline itu sah-sah saja, tapi jangan terlalu besar-besaran sehingga merombak semua isi cerita.
Kalo menurut saya sih, hal yg paling
dibutuhkan untuk nulis selain ide, pengetahuan lattar, atau pendalaman
karakter. Yg dibutuhin tuh mood. Mood. Dan mood. >> Naah kalo kata Pak Edi "MOOD" itu obatnya adalah kebiasaan. Jika kita sudah terbiasa maka mood dengan sendirinya akan ikut.
Mood dan Writing Block. Bagaimana kita tahu, terjebak di mana kita?
Ya, jujurlah pada diri sendiri. Apakah kemandekan menulis itu karena suasana hati ataukah karena kehabisan ide, kurang riset, tidak topik yang sedang ditulis? Mood itu berkenaan dengan suasana hati kita: lagi sumpek, lagi nggak bersemangat.
Kalo writer block lebih berurusan ke soal keterampilan kita dalam menggali dan mengolah ide plus keterampilan-ketrampilan menulis lain yang berkait dengan pengembangan karakter, menulis dialog, menyusun plot dan sejenisnya.
Mood itu by design. Mood itu bukan bakat; bukan anugrah; melainkan dibangun. Cobalah untuk tidak memusingkan diri dengan kata yang akan dipilih, pada mulanya. Lebih fokuslah untuk mengungkapkan dan mengembangkan gagasan. Pilihan kata bisa diurus nanti ketika pada tahap editing
Tata bahasa itu penting karena berurusan dengan komunikasi. Penggunaan tata bahasa yang betul dalam menulis adalah upaya untuk memastikan bahwa pembaca kita tidak akan salah menangkap ide kita. Typo itu menjengkelkan. Kita tidak ingin menyuguhkan kejengkjelan ke pembaca kita kan? Diksi itu tentu penting. Tone itu ditentukan diksi. Bahkan nuansa makna juga ditentukan oleh diksi. Pertanyaannya, kenapa bahasa kita monoton? Salah satu penyebabnya: kurang variasi bacaan. Membaca lebih banyak jenis dan gaya tulisan adalah bagian dari latihan kita memahami mana yang monoton dan mana yang tidak. Tanpa membaca ya kita juga bakalan mantok dalam menulis.
Ide itu banyak bertebaran
dimana-mana. Pastikan jika menemukan sebuah ide harus wajib di catat. Jangan
hanya mengandalkan ingatan saja.
Menghidupkan karakter tokoh
dalam sebuah cerita :
1. Mengalamiahkan / menyelaraskan karakter dengan dialog si
tokoh
2. Gunakan tanda baca yang tepat di tiap dialog
3. Huruf kapital / capslok tidak di perlukan
4. Jangan menampilkan dialog tokoh yg tidak menghidupkan
sebuah cerita
Kalo kata pak edi nih
"Jadi penulis itu musti tabah". Penulis itu harus berfikir lebih jauh dari yg lainnya. Selain tabah penulis juga harus 'gila'. ~ Dhani
Naah ada lagi nih : Snapshoot. Snapshoot itu mampu membangin
karakter dan suasana dalam cerita dengan JLEB. Snapshoot hanya penggalan frase dan bukan kalimat.
Contoh snapshoot: Senja kian tua. Agak membusuk. Cahayanya menerabas hatiku. Hujam. Cengkeram, begitu kuat mengingatkanku pada wajahnya. Sial! Selalu begini, nyaris setahun.
Untuk pembukaan sebuah cerita
sebaiknya jangan bertele-tele agar pembaca nggak bosan dan mau menyelesaikan
bacaannya. Dan untuk ending sebisa mungkin
buat ending yang wow dan nggak tertebak.. Jangan bikin ending yg tokoh utamanya
ujung-ujungnya meninggal.
Oiya nih agar naskah diterima
:
Ikuti/penuhi persyaratan yang
di inginkan oleh penerbit
* novel dewasa : 150-300 hal
* novel remaja : 130-180 hal
* spasi 2
*margin 4433 (atas kiri kanan bawah)
* font TR
* ukuran A4
* biodata (narasi)
* sinopsis
Judul juga harus menarik...
Judul nggak perlu panjang-panjang. Lalu apa strateginya? Pikirkanlah pembaca yang kamu sasar, lalu kira-kira judul apa yang langsung disamber sama mereka? Nah, gitu deh kira-kira. Nggak gampang, tapi bisa dicoba.
Ada beberapa pertanyaan yang sama, "Apakah novel
harus selalu dibuat dengan pemendangan alam?". Jawabannya : TIDAK HARUS. Kalau ada yang sempat baca novel remaja tahun 70-an, hampir semuanya dibuka dengan pemandangan alam macam itu. Apa ya nggak berubah di tahun 2013 begini? he he he ~ Mas Yayan
Problem elementer lain dalam
menulis fiksi yang sering dialami pemula adalah menuliskan gosip. Maksudnya menuliskan gosip itu apa?
Menulis gosip itu
adalah menulis sesuatu yang tidak meyakinkan. Misal, "Aku pilih cafe di
salah satu sudut kota. aku memesan segelas minuman hangat." ITU GOSIP!
Tidak meyakinkan. "salah satu sudut
kota" itu dimana? kayak apa? "minuman hangat" itu apa?
Para penulis harus cukup
menyadari bahwa saingannya adalah media audio visual. Itu artinya, para penulis
harus paham bagaimana menuliskan narasi dan deskripsi. Menuliskan narasi dan
deskripsi dengan jelas akan menghindarkan kita dari tulisan gosip:
tulisan yang tidak meyakinkan pembaca.
Kalau "salah satu sudut
kota" itu memang tidak penting, tidak usah bilang-bilang sama pembaca. Sebaliknya, kalau itu penting,
maka deskripsikanlah dengan meyakinkan.
Contoh bukan gosip: Aku memilih Kedai Kopi
Malang yang terletak tak jauh dari sudut kiri Pantai Losari. Dari sini, aku
bisa menikmati keindahan matahari terbenam, senja nanti, sambil menyesap kopi
hitamku.
Meskipun penulis harus
menghindari gosip, tidak berarti kemudian penulis harus sembarangan mengumbar
informasi yang deskriptif. Penulis sebaiknya memilihkan
informasi, deskripsi, dan narasi yang mempengaruhi jalannya cerita saja.
Kalau, misalnya, "Kedai
Kopi Malang yang terletak tak jauh dari sudut kiri Pantai Losari" tidak
terlalu banyak berpengaruh dalam cerita, ya tidak harus bilang-bilang sama
pembaca. Tapi kalau nantinya -misal- "Pantai Losari" itu akan menjadi
tempat kejadian pembunuhan dalam sebuiah cerita detektif, maka deskripsi yang
tadi menjadi penting.
Gosip itu nggak
penting. Kasihan pembacamu. Sudah beli bukumu, sudah meluangkan waktunya buat
baca bukumu, eh mendapatkan cerita yang nggak meyakinkan. Kita menghormati pembaca dengan memberikan karya yang bagus
dan penting
Nah, gimana nih diluar buku
fantasy tapi mendiskripsikan sesuatu bermodal imajinasinya aja?
Boleh. Kuncinya adalah
meyakinkan. Itu berarti melibatkan deskripsi, narasi, dan logika yang
meyakinkan.
Coba kita tanya ke diri sendiri, "Kenapa kita menonton
Spiderman kok asik-asik aja padahal jelas itu fantasi?". Jawabnya, karena si pembuat cerita memberikan logika dan
penggambaran yang meyakinkan bahwa kalau orang digigit laba-laba tertentu akan
ada reaksi macam ini itu sehingga bisa menembakan jala dari tanyannya. Contoh fantasi dengan logika
yang meyakinkan adalah kuda terbang. Kuda itu nggak bisa terbang. Supaya masuk
akal, maka kuda bersayaplah yang bisa terbang.
Thanks buat Mas @yayansopyan
dan seluruh rakyat @LoveBooksALotID
Kalian Kece !!!