Senin, 03 Juni 2013

Taraaaaa.... Sharing ada dadakan nih di grup LoBaLoID... Nyimak yuuuukk~~

Kita membaca, tertarik, mencoba. Tak ada yang salah dengan itu. Ikuti saja arahnya. Mungkin, kau bisa temukan "dirimu" diujungnya. ~ Olih

Naah kesalahan2 yg sering muncul itu ya masalah EYD dan tanda baca...
Hampir semua cerpen bisa mengalirkan cerita tapi masih banyak yang datar. Maksudnya nggak ada kejutan cerita, cenderung mudah ditebak alur ceritanya. Menurut aku cerpen yang wow itu ya yang cetar membahana badai gitu deh. Konflik dan logikanya musti kuat kalo kata pak Edi tuh.

"Setiap kita ada pecerita : menjadi penulis adalah pilihan yang luar biasa"

Untuk memulai menulis biasanya kita membutuhkan outline.. Nah, sebenernya outline itu akan membantu kita agar dalam pengerjaannya tidak keluar jalur.. Kadang kita mengalami writer's block kan?? Nah, bisa saja dengan adanya outline dapat membantu kita.. Jangan sampe kehilangan passion atau mandek di tengah jalan garagara nggak punya outline.

Biasanya dalam menulis kita sering ingin keluar jalur dari outline yang sudah di buat, maka merubah outline itu sah-sah saja, tapi jangan terlalu besar-besaran sehingga merombak semua isi cerita.

Kalo menurut saya sih, hal yg paling dibutuhkan untuk nulis selain ide, pengetahuan lattar, atau pendalaman karakter. Yg dibutuhin tuh mood. Mood. Dan mood. >> Naah kalo kata Pak Edi "MOOD" itu obatnya adalah kebiasaan. Jika kita sudah terbiasa maka mood dengan sendirinya akan ikut.
Mood dan Writing Block. Bagaimana kita tahu, terjebak di mana kita?
Ya, jujurlah pada diri sendiri. Apakah kemandekan menulis itu karena suasana hati ataukah karena kehabisan ide, kurang riset, tidak topik yang sedang ditulis? Mood itu berkenaan dengan suasana hati kita: lagi sumpek, lagi nggak bersemangat.
Kalo writer block lebih berurusan ke soal keterampilan kita dalam menggali dan mengolah ide plus keterampilan-ketrampilan menulis lain yang berkait dengan pengembangan karakter, menulis dialog, menyusun plot dan sejenisnya.
Mood itu by design. Mood itu bukan bakat; bukan anugrah;  melainkan dibangun. Cobalah untuk tidak memusingkan diri dengan kata yang akan dipilih, pada mulanya. Lebih fokuslah untuk mengungkapkan dan mengembangkan gagasan. Pilihan kata bisa diurus nanti ketika pada tahap editing

Tata bahasa itu penting karena berurusan dengan komunikasi. Penggunaan tata bahasa yang betul dalam menulis adalah upaya untuk memastikan bahwa pembaca kita tidak akan salah menangkap ide kita. Typo itu menjengkelkan. Kita tidak ingin menyuguhkan kejengkjelan ke pembaca kita kan? Diksi itu tentu penting. Tone itu ditentukan diksi. Bahkan nuansa makna juga ditentukan oleh diksi. Pertanyaannya, kenapa bahasa kita monoton? Salah satu penyebabnya: kurang variasi bacaan. Membaca lebih banyak jenis dan gaya tulisan adalah bagian dari latihan kita memahami mana yang monoton dan mana yang tidak. Tanpa membaca ya kita juga bakalan mantok dalam menulis.

Ide itu banyak bertebaran dimana-mana. Pastikan jika menemukan sebuah ide harus wajib di catat. Jangan hanya mengandalkan ingatan saja.


Menghidupkan karakter tokoh dalam sebuah cerita :
1. Mengalamiahkan / menyelaraskan karakter dengan dialog si tokoh
2. Gunakan tanda baca yang tepat di tiap dialog
3. Huruf kapital / capslok tidak di perlukan
4. Jangan menampilkan dialog tokoh yg tidak menghidupkan sebuah cerita

Kalo kata pak edi nih "Jadi penulis itu musti tabah". Penulis itu harus berfikir lebih jauh dari yg lainnya. Selain tabah penulis juga harus 'gila'. ~ Dhani

Naah ada lagi nih : Snapshoot. Snapshoot itu mampu membangin karakter dan suasana dalam cerita dengan JLEB. Snapshoot hanya penggalan frase dan bukan kalimat.
Contoh snapshoot: Senja kian tua. Agak membusuk. Cahayanya menerabas hatiku. Hujam. Cengkeram, begitu kuat mengingatkanku pada wajahnya. Sial! Selalu begini, nyaris setahun.

Untuk pembukaan sebuah cerita sebaiknya jangan bertele-tele agar pembaca nggak bosan dan mau menyelesaikan bacaannya. Dan untuk ending sebisa mungkin buat ending yang wow dan nggak tertebak.. Jangan bikin ending yg tokoh utamanya ujung-ujungnya meninggal.

Oiya nih agar naskah diterima :
Ikuti/penuhi persyaratan yang di inginkan oleh penerbit
* novel dewasa : 150-300 hal
* novel remaja : 130-180 hal
* spasi 2
*margin 4433 (atas kiri kanan bawah)
* font TR
* ukuran A4
* biodata (narasi)
* sinopsis

Judul juga harus menarik... Judul nggak perlu panjang-panjang. Lalu apa strateginya? Pikirkanlah pembaca yang kamu sasar, lalu kira-kira judul apa yang langsung disamber sama mereka? Nah, gitu deh kira-kira. Nggak gampang, tapi bisa dicoba.

Ada beberapa pertanyaan yang sama, "Apakah novel harus selalu dibuat dengan pemendangan alam?". Jawabannya : TIDAK HARUS. Kalau ada yang sempat baca novel remaja tahun 70-an, hampir semuanya dibuka dengan pemandangan alam macam itu. Apa ya nggak berubah di tahun 2013 begini? he he he ~ Mas Yayan

Problem elementer lain dalam menulis fiksi yang sering dialami pemula adalah menuliskan gosip. Maksudnya menuliskan gosip itu apa?
Menulis gosip itu adalah menulis sesuatu yang tidak meyakinkan. Misal, "Aku pilih cafe di salah satu sudut kota. aku memesan segelas minuman hangat." ITU GOSIP! Tidak meyakinkan. "salah satu sudut kota" itu dimana? kayak apa? "minuman hangat" itu apa?
Para penulis harus cukup menyadari bahwa saingannya adalah media audio visual. Itu artinya, para penulis harus paham bagaimana menuliskan narasi dan deskripsi. Menuliskan narasi dan deskripsi dengan jelas akan menghindarkan kita dari tulisan gosip: tulisan yang tidak meyakinkan pembaca.
Kalau "salah satu sudut kota" itu memang tidak penting, tidak usah bilang-bilang sama pembaca. Sebaliknya, kalau itu penting, maka deskripsikanlah dengan meyakinkan.
Contoh bukan gosip: Aku memilih Kedai Kopi Malang yang terletak tak jauh dari sudut kiri Pantai Losari. Dari sini, aku bisa menikmati keindahan matahari terbenam, senja nanti, sambil menyesap kopi hitamku.
Meskipun penulis harus menghindari gosip, tidak berarti kemudian penulis harus sembarangan mengumbar informasi yang deskriptif. Penulis sebaiknya memilihkan informasi, deskripsi, dan narasi yang mempengaruhi jalannya cerita saja.
Kalau, misalnya, "Kedai Kopi Malang yang terletak tak jauh dari sudut kiri Pantai Losari" tidak terlalu banyak berpengaruh dalam cerita, ya tidak harus bilang-bilang sama pembaca. Tapi kalau nantinya -misal- "Pantai Losari" itu akan menjadi tempat kejadian pembunuhan dalam sebuiah cerita detektif, maka deskripsi yang tadi menjadi penting.

Gosip itu nggak penting. Kasihan pembacamu. Sudah beli bukumu, sudah meluangkan waktunya buat baca bukumu, eh mendapatkan cerita yang nggak meyakinkan. Kita menghormati pembaca dengan memberikan karya yang bagus dan penting 

Nah, gimana nih diluar buku fantasy tapi mendiskripsikan sesuatu bermodal imajinasinya aja?
Boleh. Kuncinya adalah meyakinkan. Itu berarti melibatkan deskripsi, narasi, dan logika yang meyakinkan.
Coba kita tanya ke diri sendiri, "Kenapa kita menonton Spiderman kok asik-asik aja padahal jelas itu fantasi?". Jawabnya, karena si pembuat cerita memberikan logika dan penggambaran yang meyakinkan bahwa kalau orang digigit laba-laba tertentu akan ada reaksi macam ini itu sehingga bisa menembakan jala dari tanyannya. Contoh fantasi dengan logika yang meyakinkan adalah kuda terbang. Kuda itu nggak bisa terbang. Supaya masuk akal, maka kuda bersayaplah yang bisa terbang.




Thanks buat Mas @yayansopyan
dan seluruh rakyat @LoveBooksALotID
Kalian Kece !!!

Feti Habsari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates